Baco Maiwa, SE |
sukanews.com Suatu hari di Kecamatan Silat Hilir
tepatnya tanggal 31 Mei 2012, saat itu saya sedang melaksanakan safari kegiatan
pembinaan mental spiritual pelajar yang kami namakan “Spiritual Journey for
Student” (SJS) dilaksanakan seminggu berturut-turut mulai dari kecamatan
Selimbau, Suhaid, Semitau, Silat Hilir, Hulu Gurung dan berakhir di Pengkadan.
SJS adalah agenda yang telah menjadi program rutin tahunan saya sejak saya
menjadi Anggota DPRD Kab. Kapuas hulu. Ketika agenda saya di Nanga Silat, saya
di minta oleh Camat Silat Hilir bapak Mochtaruddin yang juga adalah sahabat dan
patner lama saya ketika saya masih bekerja sebagai fasilitator PNPM MP di Kec.
Silat Hulu dan beliau adalah camatnya ketika itu. Beliau meminta agar saya
dapat meluangkan waktu untuk memberikan materi dan pencerahan dalam pertemuan
kepala desa se-Kecamatan Silat Hilir.
Meskipun padatnya agenda SJS, serta
suara yang sudah hampir habis karena serak yang disebabkan bicara setiap hari
dari satu kecamatan ke kecamatan lainnya, saya pun meluangkan waktu untuk
bertemu dengan para kepala desa tersebut. Ketika kesempatan saya diberikan oleh
pak camat, maka tanpa ragu-ragu dan dengan penuh rasa kekeluargaan saya menyapa
seluruh hadirin yang menghadiri kegiatan tersebut dan beberapa pesan pencerahan
pun saya sampaikan kepada merka yang hadir. Saya mengajak para kepala desa
tersebut agar dapat mengambil peran yang maksimal dalam membangun desa mereka,
kepala desa tidak boleh berdiam diri saja dikampungnya, kepala desa harus aktif
mencari dan menciptakan peluang yang dapat meningkatkan mutu pembangunan di
desa masing-masing, saya tegaskan kepada meraka, jika ada kepala desa yang
malas, tidak bisa komunikasi, tidak punya kemampuan melobby, lebih baik mudur
saja dari kepala desa, cari orang lain yang punya kemampuan seperti yang saya
sebutkan diatas. Kepala desa dan aparaturnya harus punya program yang jelas
dengan proposal kegiatan yang juga jelas, datangi para anggota dewan, kepala
dinas, bupati, gubernur bahkan ketika perwakilan kementrian datang ke
Putussibau, para kepala desa harus sigap melobby dan meyakinkan kepada mereka,
bahwa desanya punya program pembangunan yang jelas, terukur dan berkelanjutan.
Ketika itu para peserta terdiam, menyimak penjelasan saya dengan antusias.
Sebelum membahas mengenai
Kepemimpinan Desa, maka ada baiknya di ungkap dulu definisi dari desa itu
sendiri. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dalam sistim pemerintahan nasional dan
berada didalam daerah kabupaten (UU No. 22 Tahun 1999).
Masyarakat Petani di daerah pedesaan
sebenarnya mulai dipelajari secara sistematis pada pertengahan abat ke-19 di
Eropa tengah dan timur, dimana petani merupakan lapisan penduduk yang
“terbelakang” dan berekonomi lemah, namun merupakan golongan penduduk yang
terbesar. Keadaan di Indonesia sejak zaman penjajahan rupanya subur untuk
pertumbuhan petani kecil, mungkin proses melahirkan komunal oleh masyarakat
desa terkikis habis sejak registrasi kadastral Raffless (1811-1816).
Pada gilirannya UUPA 5 tahun 1960 juga semaikn memperkuat kepemilikan pribadi.
Menurut suatu Regeerings Almanak
1895 di Nusantara (Indonesia) sudah didaftar 30.000 desa, yang dihuni sekitar
21.237.031 penduduk Desa, jadi dapat dianalisis bahwa untuk setiap desa kala
itu ditempati sekitar 669 orang. Belanda kala itu sudah membedakan desa dorp
yang merupakan kumpulan sejumlah pekarangan (erven). lebih kecil dan akrab yang
kita kenal dengan nama dukuh atau kampung. Menurut artikel 71 Regeerings
Reglement, sejak 1818 sebuah desa dipimpin oleh kepala desa yang dipilih oleh
masyarakat. Sistem pemilihan kepala desa kala itu menggunakan sistem mayoritas
mutlak, Untuk menjadi kepala desa, calon harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: harus berbadan sehat agar dapat melaksaakan tugas-tugasnya sebagai
kepala desa; bermental sehat; tidak boleh seorang peminum candu atau pemain
judi; berkelakuan baik; tidak boleh terlibat dalam suatu perbuatan kejahatan
dan berurusan dengan hukum.
Setelah negara kita merdeka,
tuntutan terhadap kemampuan brokrasi di daerah pedesaan juga meningkat.
Beberapa kriteria baru yang lebih dipertegas untuk memilih calon kepala desa
adalah: kriterium pembatasan umur; tidak dibawah 20 tahun dan jabatan tidak
boleh dipegang seumur hidup; kriterium pendidikan minimal lulusan SMP keatas; Kriterium
politik, yaitu tidak pernah menghianati NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945; Kriterium bertaqwa terhadap Tuhan YME. Lain kriteria seperti sehat
jasmani dan rohani, berkelakuan baik dan tidak pernah berurusan dengan pihak
pegadilan karena suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Demikian juga persyaratan bahwa kepala desa harus berasal dari desa yang
bersangkutan dipertahankan. Dengan demikian kendali sosial dari masyarakat
masih dapat diperkirakan efektif berlaku.
Imbalan kepala desa atas
jasa-jasanya selama menjabat pada awalnya hanya diberikan dalam bentuk sebidang
tanah bengkok, sesuai dengan sistem politik yang berlaku terdahulu yakni sistem
feodal atau masih bersifat komunal. Tapi kini kepala Desa sudah menerima
upahnya dalam bentuk upah yang dinamakan tunjagan kepala desa, besarnya
tunjangan jabatan kepala desa ini berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah
lainnya di Indonesia.
Masyarakat Desa dewasa ini semakin
menjadi kompleks, jenis urusan bertambah sebaimana juga penduduk desa. Oleh
karena itu kepemimpinan desa tidak dapat diletakkan dalam 1 tangan saja yakni
ditangan kepala desa. Olehnya itu kemudian dibentuk apa yang dinamakan Lembaga
BPD atau Badan Permusyawaratan Desa yang bertujuan sebagai lembaga
permusyawaratan Desa (semacam Legislatif tingkat Desa). Disamping itu muncul
pula organisasi-organisasi lain diataranya LPM (lembaga pemberdayaan masyarakat)
dan LSM (lembaga swadaya Desa), semua lembaga ini dimunculkan agar pada
kekuasaan di desa tidak terpusat ditangan kepala desa saja, melainkan ada
prakarsa dari masyarakat desa itu sendiri pada desanya.
Pelaksanaan pembangunan nasional
akan terwujud apabila didukung oleh situasi dan kondisi yang tertib dalam
menyelenggarakan pemerintahan baik dipusat maupun di daerah termasuk di tingkat
desa dan kelurahan. Dan penyelenggaraan pemerintahan desa dan kelurahan menurut
UU No. 5 Tahun 1979 diarahkan agar mampu melayani dan mengayomi masyarakat,
mampu menggerakan prakarsa dan partisipasi masyarakat, dalam pembangunan.
Pembangunan desa akan berhasil baik apabila didukung oleh partisipasi seluruh
warga masyarakat. Dan optimalisasi pembangunan sangat dipengaruhi oleh
bagaimana fungsi yang dijalankan oleh pihak pemerintah sebagai koordinator
pelaksanaan pembangunan. Dalam hal ini pemerintah harus mampu mengkoordinasikan
berbagai unit dalam pemerintahan agar dapat mendayagunakan fungsi mereka dengan
baik dan memberikan kontribusi yang nyata bagi proses pembangunan.
Peranan
kepala desa akan sangat penting apabila mereka aktif untuk mendatangi
masyarakat, sering menghadiri pertemuan-pertemuan, dan dalam setiap kesempatan
selalu menjelaskan manfaat program pemerintah desa. Para pimpinan masyarakat
ini aktif pula dalam mengajak warga masyarakat untuk mengelola kegiatan
pemerintah desa. Apabila masyarakat melihat bahwa tokoh mereka yang disegani
ikut serta dalam kegiatan tersebut, maka masyarakat pun akan tertarik untuk
ikut serta.
Jadi, yang ternyata
lebih penting bagi peningkatan peran-serta masyarakat dalam program
penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia ialah tidak lepas peran kepala
desa. Kenyataan ini membuktikan bahwa peran kepala desa paternalistik masih
menghasilkan peran-serta masyarakat yang tinggi . Oleh karena itu kehadiran sosok kepala desa sangat diperlukan untuk
menunjang keberhasilan pembangunan di desa. Kehadirannya sangat diperlukan dalam
menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di wilayahnya
masing-masing, khususnya untuk pemerataan hasil-hasil pembangunan dengan
menumbuhkan prakarsa serta menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat dalam
pembangunan sesuai dengan Undang-Undang Tentang Pemerintah Daerah Nomor 32
Tahun 2004 Pasal 202. Dalam Undang-Undang tersebut di sebutkan: 1. Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa; 2. Perangkat desa
terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya; 3. Sekretaris desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
Peran kepala desa sangat di butuhkan demi memberikan
pelayanan sempurna, meskipun terdapat kasus dalam memberikan pelayan seperti
penyelenggaraan pelayanan di desa berupa pembuatan surat domisili bagi
masyarakat desa. Kepala desa tidak ada di kantor desa atau di rumah justru
kepala desa ada di perkebunan. Hal ini peran kepala desa sangat di butuhkan
dalam penyelenggara pelayanan publik karena peranan Kepala Desa mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan,
Pembangunan, dan Kemasyarakatan.
Karenanya
tugas kepala desa dalam proses penumbuhan demokrasi tingkat desa tersebut,
kepala desa dapat menjadi figur yang secara langsung maupun tidak langsung dituntut
untuk bertanggung jawab untuk mengantarkan masyarakat desa supaya dapat
menghadapi berbagai tantangan pembangunan menuju kesejahteraan melalui prosedur
pembangunan yang demokratis. Dalam mengembangkan diri menuju desa yang otonom
dan mandiri, maka platform atau program pengembangan desa menjadi sesuatu yang
amat penting (Rozaki, 2004:ix). Dalam konteks ini, kepala desa harus
menampilkan diri sebagai figur pemimpin yang dihormati, yang diharapkan mampu
membawa masyarakat mencapai kesejahteraan sosial. Menurut Spicker (dalam
Suharto, 2009:9), kesejahteraan sosial itu memiliki tiga fokus kegiatan, yaitu
pelayanan sosial, perlindungan sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Karena
itulah, kearifan lokal perlu dikedepankan supaya kepala desa lebih mampu melibatkan
masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan desa sesuai dengan aspirasi
maupun kepentingan dari masyarakat itu sendiri.
Walau
kepala desa memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan tradisi
demokrasi pada tingkat desa, ia juga menghadapi dilema, baik sebagai wakil
pemerintah maupun wakil masyarakat. Di
era demokratisasi ini, peran ganda ini menjadi persoalan serius yang masih
terus diperdebatkan, karena tidak jarang kepala desa cenderung mengedepankan
peran kepemimpinannya sebagai wakil pemerintah dan mengabaikan fungsinya
sebagai fasilitator dalam upaya menumbuhkan demokrasi desa. Karena itu,
idealnya kepala desa perlu selalu menyelami aspirasi maupun kepentingan dasar
warganya agar ia dapat melibatkan partisipasi masyarakat, terutama dalam
pembangunan demi kesejahteraan kolektif, salah satunya melalui proses
pengembangan pemberdayaan ekonomi lokal dalam mengurangi kemiskinan di daerah
(Eko, dalam Mandatory, 2007:63)
Dalam
konteks semacam itu, peran kepemimpinan kepala desa dapat saja dianggap gagal
bila kepemimpinannya ternyata tidak dapat membangkitkan peran aktif masyarakat
dalam pembangunan, baik sosial-ekonomi, budaya maupun politik. Kegagalan ini
biasanya diakibatkan oleh kecenderungan sikap otoriter dari kepala desa, yang
lebih mengedepankan peran sebagai wakil pemerintah pusat, dari pada sebagai
figur masyarakat yang dipercaya dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam
proses pembangunan desa. Karena itu, kepemimpinan kepala desa juga harus
dikontrol oleh pihak ketiga, yang menjadi representasi masyarakat desa, yaitu:
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal ini penting karena bila hanya ada kepala
desa dan struktur desa sebagai wakil pemerintah pusat, kepala desa dan struktur
desa dapat saja bersekongkol untuk menindas rakyat (Juliantara, 2000:166).
Demikianlah,
faktor kepemimpinan kepala desa sangat penting dalam proses pembangunan
berbasis masyarakat setempat. Karena orientasinya adalah pada pemberdayaan
masyarakat, maka kepala desa idealnya tidak menunjukkan emosi dan kepentingan
pribadi, melainkan lebih menunjukkan kematangan emosi dalam menjalankan
kepemimpinannya. Kematangan emosional ini menjadi salah satu penentu kesuksesan
peran kepemimpinan kepala desa dalam penumbuhan tradisi demokrasi pada tingkat
desa.
Hal
itu sejalan dengan pendapat Effendi (1977:15) bahwa kepemimpinan menunjukkan
suatu proses kegiatan seseorang di dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi
atau mengontrol pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain. Dalam kaitannya
dengan Kepala Desa sebagai pemimpin dalam era desentralisasi di dalam
organisasi pemerintahan desa, ia bukan lagi memposisikan diri sebagai penguasa
tunggal di desa yang suka memerintah, tetapi sebagi pemimpin. Ia harus dapat
mendorong dan meningkatkan semangat kerja pembangunan seluruh warga masyarakat
desa, sejak perencanaan, pelaksanaan sampai pemanfaatan hasil-hasil
pembangunan, secara terbuka dan demokratis dengan melibatkan semua aparat.
Selain itu, untuk mewujudkan demokrasi pada tingkat desa, Kepala Desa idealnya juga menunjukkan transparansi, yang kini menjadi prinsip yang sangat-sangat menentukan kesuksesan pembaharuan desa. Intinya, Kepala Desa memiliki peran penting dalam mengelola perubahan fungsi pelayanan pemerintahan dari fungsi memerintah menjadi mengatur, melayani dan memberdayakan, dengan cara menempatkan pentingnya demokrasi sebagai sendi utama pengelolaan pemerintah desa, melibatkan semua aparat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan, serta memelihara sistem keterbukaan sebagai upaya membangun demokrasi desa.
Selain itu, untuk mewujudkan demokrasi pada tingkat desa, Kepala Desa idealnya juga menunjukkan transparansi, yang kini menjadi prinsip yang sangat-sangat menentukan kesuksesan pembaharuan desa. Intinya, Kepala Desa memiliki peran penting dalam mengelola perubahan fungsi pelayanan pemerintahan dari fungsi memerintah menjadi mengatur, melayani dan memberdayakan, dengan cara menempatkan pentingnya demokrasi sebagai sendi utama pengelolaan pemerintah desa, melibatkan semua aparat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan, serta memelihara sistem keterbukaan sebagai upaya membangun demokrasi desa.
Saya
sering berkeliling kecamatan dan bertemu dengan banyak kepala desa di seluruh
Kabupaten Kapuas hulu, saya melihat saat ini sebagian besar mereka punya
semangat dan kemauan yang kuat untuk mengembangkan desa mereka, namun yang
menjadi kendala bagi mereka adalah masih kurangnya kapasitas pribadi dalam
manajemen organisasi dan konflik yang ada didesa mereka, permasalah tersebut
menurut saya bisa kita atasi dengan memberikan sentuhan pelatihan kepada
aparatur desa agar dapat memiliki kapasitas pribadi yang mumpuni, untuk itu
saya telah mendesain program dalam meningkatkan kapasitas para kepala desa
dengan program pelatihan yang saya namakan “pelatihan kepemimpinan kepala desa
yang focus pada character building dan institusional building” semoga pelatihan
ini dapat terlaksana di tahun ini dan akan di uji coba dahulu di beberapa
kecamatan, Insya Allah (Wallahu’alam)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !