Sebagian kalangan masyarakat ada yang pesimis terhadap
perubahan birokrasi di Indonesia. Menurut mereka birokrasi di negri ini sudah
terlanjur berkarat, rusak, korup dan sudah seperti lingkaran setan untuk dari
mana bisa dilakukan perubahan. Pada posisi seperti ini, ikhtiar melakukan
reformasi birokrasi akan senantiasa ditanggapi dengan penuh kesinisan.
Pertanyaannya, benarkah birokrasi di negri ini tidak bisa
dirubah menjadi efisien dan profesional? Benarkah reformasi birokrasi hanyalah
agenda sia-sia alias mubazir saja? Jika menyimak praktek birokrasi di negri ini
dengan seksama, sebenarnya pesimisme itu tidak perlu terjadi. Berbagai
inisiatif dan terobosan sejumlah pemerintah daerah dalam menata birokrasi,
tampaknya membuat kita wajib untuk optimis.
Sejumlah Pemda seperti di Sragen, Tanah Datar, Jembrana dan
Solok, Jabar dan Sumbar telah berhasil menatanya, birokrasinya menjadi sangat
efisien dan berhasil memberikan sistem pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Tak hanya itu, bahkan untuk beberapa daerah inovasinya diakui dunia luar.
Kondisi ini memberikan pesan besar bahwa birokrasi di negri ini bisa
diperbaiki, dan agenda reformasi birokrasi bukanlah suatu yang mustahil untuk
di lakukan.
Bahkan mereka yang telah berhasil melakukan inovasi
birokrasi itu tidak hanya satu atau dua daerah. Kini berbagai daerah
sedang berlomba mengikuti jejak daerah yang berhasil melakukan inovasi
sebelumnya. Ini merupakan sinyal positif untuk perubahan birokrasi di
Indonesia. Sekarang, meski gaung inovasi birokrasi yang dilakukan
sejumlah Pemda di beberapa daerah mulai agak tenggelam oleh isu-isu
populer seputar pilkada dan korupsi, gerak arus reformasi birokrasi mulai
menghangat di tingkat pusat.
Sejak tahun 2007, lima lembaga menjadi proyek percontohan
reformasi birokrasi. Mereka adalah Departemen Keuangan, Mahkamah Agung,
Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara. Terobosan di mulai oleh Departemen Keuangan. Empat direktorat
jenderal yang selama ini menjadi sarang korupsi, yaitu Pajak, Bea Cukai,
Perbendaharaan Negara, dan Kekayaan Negara, telah dirombak besar-besaran.
Ribuan pegawai dimutasi. Bahkan, seluruh karyawan Bea Cukai
di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, berwajah baru. Perubahan itu cukup
besar dan relatif radikal untuk pola perubahan birokrasi di Indonesia selama
ini. Dan yang penting dari itu semua, masyarakat merasakan perubahan
dalam aspek pelayanan dan negara mendapatkan manfaat dari peningkatan
pendapatan dari sektor pajak misalnya.
Kini beberapa institusi pemerintah, disertai kesadaran
maupun keterpaksaan, hendak meniru jejak institusi di atas. Namun, tanpa
menciderai semangat perubahan, tidak sedikit diantara mereka yang terjebak
dalam wacana kenaikan remunerasi semata. Reformasi birokrasi diidentikan
sesederhana kenaikan remunerasi. Tahapan, proses dan sistem yang ada dalam
upaya reformasi birokrasi diarahkan pada terbentuknya sistem remunerasi yang
diharapkan.
Di satu sisi, hal ini wajar mengingat minimnya remunerasi
yang saat ini di dapatkan oleh pegawai pemerintah. Namun harus segera di
pahami, remunerasi adalah salah satu bagian saja dari agenda besar reformasi
birokrasi. Remunerasi itu sendiri baru bisa di laksanakan bila
serangkaian aktivitas reformasi birokrasi bisa dilaksanakan dan dimonitor
secara ketat.
Namun, apapun persepsi dan pandangan para birokrat terhadap
reformasi birokrasi, semangat yang kini mengemuka untuk perubahan birokrasi
perlu disambut dengan baik. Kehendak berbagai instansi untuk melakukan
reformasi birokrasi harus diberi apresiasi yang positif. Momentum semacam
ini perlu dijaga dan dipertahankan. Dan, pada saat yang sama perlu ada satu
mekanisme yang menjadi standar serta arahan umum terhadap jalannya reformasi
birokrasi di negri ini.
Hal ini untuk menjaga agar jalannya reformasi birokrasi
tidak dibajak oleh segelintir oknum menjadi sekedar untuk menaikkan remunarasi,
tanpa ada dampak apapun bagi masyarakat dan negara. Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (Menpan) selaku ‘dirijen’ dalam pelaksanaan reformasi birokrasi
nasional perlu memainkan perannya secara optimal. Perlu dibuatkan koridor
yang jelas dan tegas tentang pola dan model dalam pelaksanaan reformasi
birokrasi agar trend yang saat ini berkembang memiliki arah yang jelas.
Sementara itu bagi masyarakat, utamanya pemerhati birokrasi
di Indonesia, trend reformasi birokrasi sekarang ini perlu di monitor dan
dikawal. Segala bentuk ketimpangan birokrasi, terutama pada aspek layanan
masyarakat perlu di sorot secara terus menurus. Begitu juga dengan
perilaku aparat yang tidak mencerminkan perubahan perlu selalu
mendapatkan sorotan yang kuat.
Penting juga untuk mendapatkan perhatian luas dari
masyarakat terkait dengan reformasi birokrasi adalah momen pemilu
nasional. Pada situasi seperti ini birokrasi rentan untuk di
intervensi dan disalahgunakan. Semua pihak harus turut menjaga agar
birokrasi bekerja pada jalurnya dan mengawasi kemungkinan penyalahgunaan
utamanya oleh mereka yang menduduki posisi penting di birokrasi tetapi terlibat
dalam politik praktis.
Bagaimana dengan Kapuas hulu kita,
apakah trend reformasi birokrasi sudah
berjalan pada tracknya?
Sudahkan pelayanan yang optimal dan maksimal telah diberikan oleh birokrasi
kepada masyarakat Kapuas hulu? Semoga semangat kita “menjadikan pemerintah
sebagai pelayan rakyat” bukan sebaliknya dan semboyan kerja “kalau bisa di
permudah mengapa di persulit dan bukan sebaliknya, menjadikan kita semua para
pengambil kebijakan dan rakyat Kab. Kapuas hulu tetap bersemangat menjadikan
kabupaten yang kita cintai ini sebagai Kabupaten yang dapat menjadi contoh
dalam pelaksanaan “Reformasi Birokrasi”. wallahu’alam..
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !