Kawasan Simpang 4 Badau |
PUTUSSIBAU
– Salah satu barometer sebuah kota, adalah kawasan perdagangan. Termasuk sebuah
kota kecamatan. Terlebih lagi jika kota kecamatan itu merupakan wilayah
perbatasan. Sehingga pembenahan area publik tersebut harus dilakukan.
“Coba
lihat sekarang di Badau itu. Semrawut sekali pusat perdagangannya. Di rumah
makan lalat berterbangan. Jangankan orang dari luar negeri, kita saja
melihatnya sudah merasa tak enak,” kata Ade M Zulkifli, Ketua DPRD Kapuas Hulu.
Dikatakan
Ade, harus ada upaya komprehensif membenahi kawasan perdagangan simpang empat
Badau. Jika di lihat kondisinya saat ini, simpang empat tumbuh dan berkembang
tanpa kendali. Ruko dan kios di bangun tanpa memperhatikan estetika keindahan
maupun kerapian. Kebersihan kurang di perhatikan sehingga terkesan kumuh.
“Untuk
menata itu saya fikir tak harus menunggu pemerintah kabupaten, provinsi maupun
pusat. Kecamatan bisa saja menggerakkan potensi yang ada. Lakukan komunikasi
bersama masyarakat, libatkan mereka dan galakkan gotong royong. Benahi wilayah
itu sehingga bisa lebih baik,” tambah Ade.
Ade
mengatakan, sudah seharusnya langkah itu dilakukan. Mengingat Badau memiliki
peranan strategis. Setelah di launchingnya PLB, Badau merupakan pintu keluar
dan masuk dari luar dan dalam negeri. Wajah Badau dikatakan Ade bisa menjadi
cermin wilayah Kapuas Hulu yang merupakan bagian dari Indonesia.
“Bagaimana
orang mau masuk lebih jauh. Lihat Badau yang semrawut, jalan rusak dan terkesan
kumuh sudah membuat tidak betah. Mesti ada langkah strategis untuk berbenah,”
tambahnya.
Lubok
Antu Malaysia, tetangga Badau bisa menjadi barometer. Bagaimana dari waktu ke
waktu wilayah jiran itu terus berbenah. Menjadi sebuah kota kecamatan yang
lebih baik. Ade mengatakan, ketika orang dari Putussibau ke Badau dapat di
pastikan ingik ke lubok antu. Selain ingin merasakan masuk Malaysia, juga mau
melihat bagaimana kota kecil itu. Penataan kota, kebersihan, jalan, pusat
perdagangan dan lainnya.
“Baru
di Lubok Antu saja kita sudah betah dan terkagum karena penataannya yang baik.
harusnya itu bisa menjadi contoh buat kita menata Badau,” tambahnya.
Ade
mengatakan, tidak dapat di salahkan jika kelak orang lebih memilih menggunakan
produk asal Malaysia. Ia mengumpamakan goreng pisang. Warga di perbatasan lebih
memilih makan goreng pisang Lubok Antu karena selain enak juga di jual di
tempat yang bersih. Tidak membeli di Badau lantaran tempat dijualnya goreng
pisang tidak sebagus di Lubok Antu.
“Apa
kita mau marah karena goreng pisang kita tidak laku. Sekarang era pasar bebas.
Persaingan itu lumrah. Yang harus kita lakukan adalah siap bersaing. Bagaimana
caranya ya harus berbenah diri,” ujarnya.
Oleh
karena itu, Ade menekankan kembali penataan secara komprehensif kompleks
perdagangan di Badau. Baik itu melalui pendanaan pemerintah daerah maupun
sharing dengan pemerintah provinsi dan pusat. Namun yang terpenting dikatakan
Ade gerakkan di masyarakat juga mesti digalakkan. Melalui aparatur pemerintah
di tingkat kecamatan.
“Jangan
bicara perbatasan kalau tak ada dana. Kalau hanya ngomong tidak ada aksi juga
bohong. Yang terpenting adalah kemauan dan upaya mewujudkannya. Kita siap
dukung melalui lembaga legislativ,” tukas Ade.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !