Perjuangan tak mesti melahirkan sosok pahlawan yang selalu dipuja-puji, bahkan perjuangan terkadang menuai caci maki.
sukanews.com Bagi H. M. Akil
Mochtar, hidup adalah perjuangan yang tak kenal henti. Perjuangan tak mesti
melahirkan sosok pahlawan yang selalu dipuja-puji, bahkan perjuangan terkadang
menuai caci maki. Meskipun demikian, pria tegar yang lahir di Putussibau pada
18 Oktober 1960 ini tetap memiliki komitmen tinggi untuk memperjuangkan
keadilan bagi semua golongan dalam kapasitasnya sebagai hakim konstitusi. Lalu,
apakah ekspektasinya tentang MK masa depan? Berikut kisah profilnya.
Selalu Ingin Menjadi Pejuang
Akil Mochtar adalah hakim konstitusi yang memulai kariernya sebagai
pengacara. Setelah dua kali terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), ia mendapat amanah sebagai hakim konstitusi. Separuh hidupnya dilalui
untuk berjuang meraih pendidikan tinggi di tengah keterbatasan dan
kesederhanaan keluarga. From zero to hero, itulah usaha kerasnya untuk
menggapai gelar sarjana. Sebab, ia terlahir dari sebuah keluarga besar di
kampung yang tidak makmur. Untuk makan, terkadang mereka mencampur beras dan
jagung, umbi-umbian, atau bulgur. Disiplin dan kerja keras yang ditanamkan
sejak dini, akhirnya membentuk pribadi Akil sebagai manusia tangguh.
Akil Mochtar, biasa dipanggil Ujang, lahir pada 18 Oktober 1960 di Putussibau,
ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, sebuah kota kecil berjarak 870 km dari
Pontianak. Ayahnya, H. Mochtar Anyoek dan ibunya, Junah Ismail (alm). Sejak di
bangku SD, Akil sangat bersahaja. Bahkan, kadang ia berangkat sekolah dengan
telanjang kaki selama setengah jam. Ia baru bersepatu kelas 2 SMP, karena
wajib. Untuk mendapatkan sepatu, ia harus memesan beberapa bulan sebelumnya.
Namun, ia tidak kehabisan akal. Ia meminta sepatu bot bekas di asrama tentara.
Bagian atasnya lalu dipotong. Maka bersepatulah Si Ujang.
Anak keenam dari sembilan bersaudara ini sudah terbiasa tinggal jauh dari orang
tua sejak kelas 2 SMP.
“Saya ikut kakak
perempuan, suaminya dinas ke Singkawang,” ujarnya.
Ia lalu pindah
lagi ke Pontianak dan melanjutkan sekolah ke SMA Muhammadiyah I. Semasa SMA,
Akil aktif berorganisasi. Ia pernah menjadi Ketua OSIS, Ketua Ikatan
PelajarMuhammadiyah (IPM) Pontianak, dan Pelajar Islam Indonesia (PII).
Nilai Mulia dalam Keluarga
Waktu kelas 4 SD, ia pernah diajak ayahnya mencari ikan di sungai pukul
02.00 dini hari. Meski mengantuk, ia menuruti perintah ayahnya. Karena tak kuat
menahan kantuk, begitu sampai di tengah sungai, perahu yang ditumpanginya
oleng. Akil tercebur. Rupanya, perahu itu sengaja digoyang oleh ayahnya karena
Akil tidak fokus mengendalikan perahu. Akil menangis. Tapi ia lekas naik ke
atas perahu karena tak berani melawan orang tua. Dalam perjalanan pulang ia
diberi tahu ayahnya, “Kalau kerja itu benar-benar, jangan sambil main-main,
jangan sambil tidur, ayah nggak suka.”
Setelah dewasa, Akil mengerti bahwa setiap pekerjaan harus dijalankan dengan
serius, bukan sambil lalu.
“Wak (ayah) saya
itu mengajarkan tidak dengan omongan, tapi dengan perilaku,” katanya.
Ibunda Akil, yang
biasa ia panggil Ummi, juga menerapkan disiplin tinggi. Cara mendidiknya lebih
tegas dibanding sang ayah. Dari didikan kedua orang tuanya itu, Akil tampil
menjadi sosok yang siap berjuang di segala medan.
Berjuang Menggapai Sarjana
Selepas SMA, Akil terobsesi untuk menggapai gelar sarjana. Tetapi, karena
keluarga tak punya biaya, ia memutuskan merantau. Di rantau, ia lalu kerja
serabutan, mulai dari loper koran, sopir cadangan, sampai broker sepeda motor.
Agar bisa kuliah sehabis bekerja, ia memilih kampus swasta, Universitas Panca
Bhakti, Pontianak.
Sebenarnya Akil mendambakan bisa diterima di fakultas pertanian. Namun, jurusan
itu belum ada di kampusnya kala itu. Alternatifnya, ia masuk fakultas hukum.
Ketika masih kuliah, Akil diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
Departeman Dalam Negeri (Depdagri). Namun, ia kemudian mengundurkan diri.
Alasannya, ia ingin lebih mandiri dan fokus pada studi.
“Saya pikir dengan
punya ijazah sarjana saya bisa mengembangkan lagi,” ujar mantan politisi yang
pernah bercita-cita menjadi jaksa itu.
Meski sibuk bekerja, karena nalurinya yang tinggi berorganisasi, Akil tetap
aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan. Ia menjadi Ketua Senat FH
Universitas Panca Bhakti dan Komandan Batalyon Resimen Mahasiswa. Ia juga
menjadi aktivis di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Komite Nasional Pemuda
Indonesia (KNPI), maupun Pemuda Pancasila (PP). Akil berhasil menamatkan
pendidikan tingginya dan meraih dua gelar sekaligus, Sarjana Muda Hukum (SMHK)
dan Sarjana Hukum (SH)
“Wah itu udah hebat, karena dulu jadi jaksa
dan hakim SMHK itu bisa,” kenang Akil.
Dari Advokat, Legislatif, ke Judikatif
Setelah bergelar sarjana, Akil langsung menekuni dunia pengacara. Ia
bergabung di kantor kawannya, Buyung Panggabean Associates. Pekerjaan barunya
dimulai dari menjadi sopir, tukang ketik, hingga penyusun berkas perkara. Lalu
Akil mengikuti ujian advokat dan mewakili kantornya beracara di Pengadilan
Singkawang. Tidak berselang lama, ia lulus sebagai advokat angkatan pertama
dari Kalimantan Barat.
Setelah dua tahun berkarir, Akil membangun kantor sendiri. Popularitasnya
mencuat ketika ia menjadi kuasa hukum kasus salah vonis “Sengkon-Karta Jilid
II” yang banyak mengundang perhatian media nasional. Sedemikian populernya,
kasus tersebut dibukukan dengan judul Jalan Sumir Menggapai Keadilan yang
diterbitkan Gramedia, Jakarta.
Pada 1998, Akil berjumpa dengan anggota DPRD Golkar yang mengajak bergabung
dengan Partai Golkar. Usianya masih 37 tahun ketika ia memutuskan untuk terjun
ke dunia politik. Ketika itu, ia terpilih sebagai Wakil Ketua DPD Golkar
provinsi.
“Akhirnya saya
jadi pengurus teras di Golkar,” ujarnya.
Pada 1999, ia terpilih sebagai anggota DPR dari Daerah Pemilihan Kapuas Hulu.
Akil ditempatkan di Komisi II yang membidangi hukum dan pemerintahan. Periode
berikutnya, ia menjadi anggota Komisi III DPR dengan perolehan suara terbanyak,
yakni 167.000 suara.
Sepanjang karir politiknya di parlemen, berulang kali Akil menelurkan
undang-undang sebagai ketua panitia khusus. Ia juga memimpin uji kelayakan dan
kepatutan Kapolri, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan pimpinan
Komisi Yudisial (KY)
Berdiri di Atas Semua Golongan
Saat dibuka rekrutmen calon hakim konstitusi di DPR, kolega Akil
mendorongnya untuk mencalonkan diri. Batinnya menghadapi dilema kala itu. Ia
berpikir, dari sisi pendidikan dan kemampuan, mungkin ia mampu memikul beban
dan tanggungjawab sebagai hakim. “Tapi dari sisi perilaku, saya adalah orang
yang biasa dengan kebebasan berfikir dan berekspresi, sebagai hakim berarti
saya harus bisa menjaga sikap,” ungkap Akil.
Ia lalu berdiskusi dengan banyak orang, termasuk sahabat-sahabatnya di
Pontianak. Dari mereka, ia mendapat pandangan bahwa mungkin sudah waktunya bagi
dia melepaskan diri dari kepentingan yang bersifat parsial. “Sudah waktunya
Abang berada pada posisi di atas semua golongan, dan tempat itu adalah di MK,”
ujar Akil menirukan nasihat dari sahabatnya.
Setelah berpikir mendalam, memohon petunjuk Allah SWT dan berunding dengan
keluarga, akhirnya ia berketetapan hati untuk menjadi hakim konstitusi. Bagi
Akil, menjadi hakim konstitusi bukan semata sebagai pekerjaan, melainkan sebuah
pengabdian. “Saya pernah jadi advokat 18 tahun, saya juga pernah beracara di MK
mewakili DPR, itu modal sosial saya,” ujarnya.
Inspirasi Kehidupan
Apa yang diraih Akil hingga kini tidak terlepas dari filosofi bahwa hidup
adalah perjuangan. Bagi dia, semua orang adalah pejuang, dan perjuangan itu
tidak akan pernah berhenti. Pejuang tak selalu menjadi pahlawan, sebab
terkadang juga mendapat caci maki. Oleh sebab itu seorang pejuang tidak harus
selalu mendapat tempat yang terhormat. “Tapi kalau pahlawan dia harus selalu
mendapat tempat yang terhormat,” ujar pengurus Lembaga Hikmah PP Muhammadiyah
itu.
Akil ingin menjadi pejuang, karena ketika ia berhasil kehormatanlah yang ia
peroleh. Bisa saja ia dilupakan orang, atau bahkan mendapat cacian. Namun, itu
semua bukan soal baginya, sebab itulah perjuangan hidup. “Itu yang memotivasi
saya,” ujar mantan Ketua Alumni Resimen Mahasiswa Kalimantan Barat itu.
Ekspektasi untuk MK ke Depan
Akil memiliki pandangan dan harapan untuk MK ke depan. Menurutnya, MK harus
lebih responsif mengakomodasi setiap persoalan yang terkait erat dengan
keadilan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM). Sebab, MK lahir dari
kerangka checks and balances itu. “Bagaimana implementasi checks and balances
itu dalam memberikan kesetaraan dan keadilan masyarakat,” ujarnya.
Secara institusional, menurut Akil, MK sudah sejalan dengan misi sebagai salah
satu pelaku kekuasaan kehakiman yang modern dan terpercaya. Ia berharap, dari
sisi kelembagaan, MK bisa menjadi sebuah contoh atau model peradilan modern di
Indonesia.
Namun, Akil menambahkan, peradilan modern itu harus didukung fasilitas dan
sumber daya manusia yang memadai. “Untuk itu harus ditunjang sarana dan
prasarana yang tidak hanya memadai tetapi lebih baik,” ujarnya. Personalnya
harus terlatih dengan tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibanding dari
institusi peradilan lain. Sebab, sekalipun teknologi informasi dan SDM-nya
bagus, namun jika tingkat kesejahteraan pegawainya rendah, akan repot. Ia
berharap, ada pembenahan internal menuju sistem yang lebih baik.
Sedangkan soal wacana memperluas kewenangan MK, bagi Akil, harus ditinjau dari
kemanfaatannya. Dalam pandangan Akil, hal yang sangat urgen dalam konteks
perluasan kewenangan MK adalah kewenangan untuk melakukan pengujian peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-Undang, yang saat ini masih menjadi
yurisdiksi MA. Apabila kewenangan tersebut diberikan kepada MK, ia berharap
akan ada tafsir peraturan perundang-undangan yang seragam.
Dengan demikian, MK dapat memberikan kepastian hukum. Apalagi banyak sekali
peraturan pemerintah yang bertentangan dengan undang-undang. Demikian pula
keputusan presiden yang bersifat regeling, memaksa hak-hak warga negara. (sumber : www.mahkamahkonstiutsi.go.id)
Biografi Akil Mochtar
Nama
|
:
|
M. Akil Mochtar
|
|||
Tempat, Tanggal Lahir
|
:
|
Putussibau, 18 Oktober 1960
|
|||
Jabatan
|
:
|
Ketua Mahkamah Konstitusi
|
|||
Alamat Kantor
|
:
|
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6
Jakarta Pusat
|
|||
Pendidikan Formal
|
:
|
1. SD Negeri I Putussibau
2. SD Negeri II Putussibau 3. SMP Negeri Putussibau 4. SMP Negeri 2 Singkawang 5. SMP Muhamadiyah Pontianak 6. SMA Muhamadiyah Pontianak 7. S1 Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti Pontianak 8. S2 Magister Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Bandung 9. S3 Doktor ilmu Hukum Universitas Padjajaran Bandung |
|||
Riwayat Pekerjaan:
1.
Advokat/pengacara (1984-1999)
2. Anggota DPR/MPR RI Periode 1999-2004 3. Anggota DPR/MPR RI Periode 2004-2009 4. Wakil Ketua Komisi III DPR/MPR RI (bidang Hukum, Perundang-undangan, HAM dan Keamanan) Periode 2004-2006 5. Anggota Panitia Ad Hoc I MPR RI 6. Anggota Panitia Ad Hoc II MPR RI 7. Kuasa Hukum DPR RI untuk persidangan di Mahkamah Konstitusi 8. Anggota Tim Kerja Sosialisasi Putusan MPR RI 9. Ketua Pansus RUU Undang-Undang Yayasan 10. Ketua Pansus RUU tentang Jabatan Notaris 11. Ketua Pansus RUU Perseroan Terbatas 12. Ketua Panja RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi 13. Ketua Panja Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi 14. Ketua Panja RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara RI dan RRC mengenai Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana 15. Ketua Panja RUU tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana 16. Ketua Panja RUU tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama 17. Ketua Panja RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama (Banten, Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo, dan Maluku Utara) 18. Ketua Panja RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban 19. Ketua Panja RUU tentang Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 20. Ketua Panja RUU tentang Fit and Proper Test Calon Anggota Komisi Yudisial 21. Ketua Panja RUU tentang Fit and Proper Test Calon KAPOLRI KOMJEN Drs. Sutanto 22. Ketua Panja RUU tentang Pertimbangan Pemberian Amnesti dan Abolisi bagi Anggota GAM |
|||||
Tugas/Perjalanan Dinas Ke Luar
Negeri:
1. Studi
Komparatif tentang Kepolisian di Inggris
2. Studi Komparatif tentang Otonomi Daerah di Jepang 3. Studi Komparatif Masalah Hukum di Mahkamah Agung Hongaria 4. Tim Delegasi RI dalam Penandatangan Perjanjian Damai KAMDAN RI di Helsinki 5. Tim Sosialisasi UUD 1945 MPR-RI ke Swiss, Belanda, Prancis, Maroko, Philipina,Vietnam, Finlandia, Denmark, Malaysia, Singapura 6. Studi Komparatif tentang Kebenaran dan Rekonsiliasi di Afrika Selatan 7. Studi Komparatif mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) di Thailand 8. Dll. |
|||||
Riwayat Organisasi:
1.
Ketua OSIS SMA Muhamadiyah Pontianak
2. Ketua Ikatan Pelajar Muhamadiyah Pontianak 3. Pelajar Islam Indonesia 4. Ketua Alumni SMA Muhamadiyah Pontianak 5. Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti Pontianak 6. Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia 7. Komandan Batalyon E Resimen Mahasiswa (Menwa) UPB 8. Ketua Alumni Menwa Kal-Bar 9. Ketua Alumni Universitas Panca Bhakti Pontianak 10. Wakil Ketua DPD I Partai Golkar Kalbar Tahun 1998-2003 11. Ketua Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) Kalimantan Barat 12. Sekretaris Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Cab. Pontianak 13. Anggota Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) DPP Pemuda Pancasila 14. Anggota Majelis Pemuda Indonesia DPP KNPI 15. Pengurus Wilayah Muhamadiyah Kalbar 16. Ketua Pengurus Pusat Angkatan Muda Partai Golkar 17. Anggota Lembaga Hikmah Pengurus Pusat (PP) Muhammaddiyah 18. Ketua Umum Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FOMI) Kalbar Periode 2006-2010 19. Ketua Umum Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Kalbar 2006-2009 |
|||||
Buku
:
|
1.
|
Memberantas Korupsi Efektifitas
Sistem Pembalikan Beban Pembuktian dalam Gratifikasi. Penerbit:
Q-Communication. Jakarta, 2006
|
|||
2.
|
Pembalikan beban Pembuktian Tindak
Pidana Korupsi. Penerbit: Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, 2009
|
||||
Sumber biografi ; www.akilmochtar.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !