Skuad Indonesia U-19 Saat Merayakan Kemenangan. Sumber Foto bola.okezone.com |
Indonesia lolos ke putaran final Pila Asia U-19. Segenap masyarakat Indonesia menyoroti kisah para Garuda Muda ini. Lihatlah bagaimana Evan Dimas dkk bermain dengan luar biasa dihadapan puluhan ribu penonton di Glora Bung Karno Jakarta (12/10/2013) yang menghajar juara bertahan dan pemegang gelar 12 kali juara Piala Asia yaitu Korea Selatan dengan skor 3-2. Bagaimanakah sepakterjang anak asuh Indra Sjahri ini sebelum berhasil lolos putaran final di Myanmar 2014 mendatang. Perjalanan mereka tidaklah singkat, dan mungkin dapat menjadi contoh bagaimana bangsa ini disetiap daerah dapat membangun kejayaan sepakbolanya masing-masing, dibalik kasus-kasus politik yang saat ini menghiasai layar kaca setiap masyarakat Indonesia. Bangsa kita memang haus kebanggan, dan timnas U-19 ini seakan menjadi seteguk air yang membasahi dada bangsa ini.
Bagaimana Kapuas Hulu dengan tim PSKH? Akankah dapat menjadi salah satu kabupaten yang diperhitungkan di Kalimantan Barat seperti di awal tahun dua ribu. Bandingkan dengan saat ini, Kapuas Hulu memang berhasil menjadi juara pada Liga Pendidikan Indonesia tingkat SMP sekalbar pada tahun 2012 lalu dimana SMP Selimbau sebagai perwakilannya [^]. Namun, akankah prestasi serupa dicatat oleh para seniornya di tim PSKH? Sebut saja PORPROV Kalbar ke-10 (2010) lalu [^1]. Kapuas Hulu tidak dapat menunjukkan taringnya dihadapan 13 Kabupaten/Kota yang lain. Apa yang terjadi? Apakah Kapuas Hulu memang sudah tidak memiliki pemain berkualitas lagi? Apa karena pembinaan dan persiapan yang kurang? Apa kita memang tidak berniat Juara? Atau karena memang kita belum ditakdirkan juara?
Kita sepatutnya belajar, jika kita memang ingin menjadi juara. Saat ini dihadapan kita ada Timnas U-19 yang dapat menjadi contoh dan bukti nyata bahwa menjadi juara bukan hal instan. Tidak sekedar memanggil pemain kemudian dilakukan pemusatan latihan. Setiap orang di dalam kepengurusan sebuah tim harus mempunyai visi yang kuat, pembinaan dan penjaringan pemain dilakukan tidak hanya seputaran ibukota. Tapi harus dapat menjangkau tiap-tiap pelosok di Kabupaten ini. Banyak sekali pemain-pemain yang berada di kecamatan-kecamatan mempunyai kualitas yang cukup untuk masuk dalam tim yang diimpikan setiap pesepakbola Kapuas Hulu, yaitu tim kebanggan kita PSKH. Lihat saja contohnya Selimbau, di kota Pontianak kecamatan Selimbau berhasil menjadi Juara Kompetisi Futsal Antar Pelajar dan Mahasiswa Kapuas Hulu tiga kali berturut. Pengkadan yang menjadi Runner Up pada kompetisi serupa di Pontianak, begitu juga dengan Bunut Hulu, Putussibau, dan Semitau. Jika kita lebih teliti lagi, banyak pemain yang tidak kalah hebatnya dapat menjadi bagian tim PSKH.
Jika kita tidak ingin hanya menjadi tim penghibur kompetisi sepakbola di Kalbar ini, kita harus berbenah. Setiap jajaran kepengurusan PSKH harus bahu membahu menciptakan formula yang tepat bagi pembinaan atlit muda. Sebab, bukan tidak mungkin PSKH dapat menjadi salah satu tim yang dapat ambil bagian dalam kompetisi yang lebih profesional di negeri ini. Dan sedikit banyak kita perlu melihat bagaimana proses terbentuknya tim yang baru saja lolos Kualifikasi Piala Asia U-19, para Garuda Muda. Sehingga dapat menjadi pembelajaran untuk kita bagaimana proses suksesnya tim juara Piala AFF U-19 (2013) ini ditengah carut marutnya kepengerusan PSSI beberapa waktu yang lalu.
1. Gebrakan Sang Pelatih Indra Sjafri
Secara kualitas memang timnas U-19 besutan Indra Sjafri ini memilki sedikit keistimewaan. Namun itu tidaklah terlalu berbeda dengan timnas kelompok umur lainnya. Lantaran, sampai saat ini kita belum melakukan pembenahan pembinaan usia muda secara menyeluruh. Kalau ada pemain yang menonjol seperti Evan Dimas, selain sudah biasa ada pemain yang menonjol dalam sebuah tim, juga lantaran Evan Dimas ini pernah mengenyam pendidikan di akademi Barcelona dalam program The Chance beberapa waktu lalu.
Apa yang dilakukan oleh Indra Sjafri sebenarnya sederhana saja, tetapi butuh kesungguhan dan kegigihan luar biasa. Pria yang semasa masih berkiprah sebagai pemain bermain untuk PSP Padang ini bersedia mengunjungi berbagai daerah di Indonesia “hanya” untuk melihat bibit muda secara langsung.
Indra Sjafri menilai selama ini pemandu bakat dari PSSI tidak terjun sampai ke daerah-daerah kecil sehingga bakat terpendam tidak semuanya terpantau. Oleh karenanya, dia memutuskan untuk berkeliling nusantara guna secara langsung memantau pemain-pemain muda. Indra Sjafri yakin, di negeri yang begitu besar ini, bakat bermain sepak bola yang hebat mungkin saja bisa ditemukan di daerah pelosok. Dan bangsa yang besar tentunya tidak memerlukan kebijakan naturalisasi pemain guna memperkuat timnasnya.
Program berkeliling nusantara pun disusun. Indra Sjafri ingin menyiapkan sendiri tim yang akan diasuhnya. Tidak seperti ketika dia menangani tim di Piala AFC 2010 saat dia langsung diberi tanggung jawab meracik tim yang pemainnya sudah ada alias tidak dia pilih sendiri. Timnas pun ketika itu gagal.
Selain itu, Indra Sjafri ingin memberi harapan ke berbagai daerah bahwa di manapun pemain berbakat berada bisa punya kesempatan bermain untuk timnas. Dia pernah punya pengalaman pribadi yang tidak mengenakkan ketika masuk tim pra PON Sumatera Barat di tahun 1985, menurutnya tidak ada pemandu bakat dari PSSI yang bersedia turun ke daerah sehingga banyak pemain yang menurutnya bagus secara kualitas tidak terpantau. Alhasil, kesempatan bermain untuk timnas pun hilang.
Indra Sjafri pernah mencari pemain hingga ke Muara Teweh. Kota kecil yang menjadi ibukota kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Untuk mencapai kota ini sangat sulit dan butuh perjalanan panjang. Dari Jakarta menempuh perjalanan udara ke Banjarmasin. Dari Banjarmasin masih perlu waktu sekitar 10 jam perjalanan darat.
Di suatu waktu dia juga bisa mencari pemain hingga ke Nusa Tenggara Timur. Yabes Malavani, anggota timnas U-19 merupakan putra Alor. Sebelumnya bahkan ada tiga putra Alor tapi yang dua gagal bersaing untuk memperebutkan tempat di timnas. Jarang sekali bukan kita punya pemain timnas yang berasal dari Nusa Tenggara Timur.
Sejauh ini setidaknya sudah 43 daerah yang dikunjungi oleh Indra Sjafri sejak dirinya ditunjuk sebagai pelatih timnas pada tahun 2011 oleh PSSI.
Untuk melakukan perjalanan ke berbagai daerah tersebut tentu menguras dana dan waktu yang tidak sedikit. Semenjak menangani timnas, Indra Sjafri mulai kesulitan memiliki waktu untuk keluarga. Dia juga kerap harus mengeluarkan uang dari kantong pribadi jika uang dari PSSI belum turun. Perjuangan yang tidak mudah untuk Indra Sjafri.
2. Tidak Sekedar Mencari Pemain
Safari yang dilakukan oleh Indra Sjafri ke berbagai daerah tidak sekadar bermanfaat untuk mencari pemain terbaik yang tersebar di nusantara. Ada hal lain yang terbit berkat kegigihannya berjalan ke tempat-tempat yang jauh.
Indra Sjafri mampu membangkitkan gairah sepak bola di berbagai daerah. Mungkin sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa Indonesia itu negerinya pecinta sepak bola. Tetapi, tidak dengan pembinaan yang benar.
Kehadiran Indra Sjafri ke berbagai daerah itu tidak hanya disambut meriah oleh warga yang memang tidak biasa didatangi pelatih timnas. Lebih dari itu, Indra Sjafri membuat terobosan dengan menyamakan persepsi pembinaan pemain muda. Di Muara Teweh, kini mulai berdiri sekolah sepak bola (SSB) setelah Indra Sjafri berkunjung ke sana.
Kebetulan Indra Sjafri sebelum menjadi pelatih timnas, sejak 2007 termasuk salah satu instruktur kepelatihan PSSI. Jadi, sudah tepat jika dia ikut menyebarkan ilmu melatih sepak bolanya. Dengan menyamakan persepsi pembinaan diharapkan pembinaan sepak bola di berbagai daerah semakin baik dengan kualitas yang sama di setiap daerahnya.
Pelatih yang pernah membawa Indonesia menjuarai The HKFA (Hongkong Football Association) International Youth Tournament U-17 dan The HKFA U-19 ini memang belum terbukti bisa memberi gelar Piala AFF bagi timnas U-19. Tetapi, apa yang telah dia lakukan telah membentuk fondasi baru yang bermanfaat bagi pembinaan usia muda di Indonesia yang selama ini sering terabaikan.
Juga untuk meminimalkan atau bahkan menghilangkan praktek kotor dalam rekrutmen pemain untuk timnas, seperti pemain titipan dan adanya sikap suka atau tidak suka dalam memilih pemain. Semua warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan punya hak yang sama untuk membela tim nasional.
Melihat manfaat dari safari yang dilakukan oleh Indra Sjafri ini, tidak ada salahnya pelatih timnas lainnya melakukan hal yang serupa. Ini tidak hanya bertujuan untuk mencari pemain. Lebih dari itu, sepak bola Indonesia akan semakin bergairah dan pembinaan pemain muda di berbagai daerah bisa benar. Ini tentu akan membawa manfaat jangka panjang bagi Indonesia.
(id.olahraga.yahoo.com)
Bagaimana Kapuas Hulu?
Jika kita memandang ke wilayah yang lebih kecil yaitu Kapuas Hulu. Sudahkah kita menerapkan hal yang sebenarnya sederhana seperti yang dilakukan pelatih Indra Sjafri? Atau apakah kita perlu mengundang pelatih itu ke Kapuas Hulu? Tentu saja pembinaan dan penjaringan usia muda diberbagai pelosok daerah inilah yang menjadi kunci utamanya.
Sudah barang tentu menjadi pertanyaan kepada kita semua "apa yang membuat PSKH beberapa tahun yang lalu bisa menjadi juara?". Jawabannya hampir seragam oleh mantan pemain PSKH sebut saja Andika Ermalaga, Rian Nuari, Ricky yang pernah menjadi juara di Sambas dan mewakili Kapuas Hulu di Surabaya pada liga Bogasari. Begitu juga Leonandi Agustian yang juara di sambas pada awal tahun dua ribu "Dulu seleksi dilakukan dengan sangat teliti, hampir setiap kecamatan mengutus pemain terbaiknya untuk mengikuti seleksi. Setelah itu dilakukan pemusatan latihan yang tidak sebentar. Kita ditempatkan disatu tempat khusus dan menjalani hari-hari dengan latihan terus menerus selama berbulan-bulan."
Itu merupakan bukti nyata bahwa kita memiliki tradisi juara yang sudah lama tidak kita rasakan. Kita hanya perlu mengulangi apa yang sudah pernah kita lakukan. Semoga kelak PSKH dapat mengobati Kapuas Hulu yang Rindu Juara ini. |Egha|
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !