Niat, kerja
keras serta sikap pantang menyerah adalah modal utama Ketut Wiranantaja
merintis dan membesarkan usaha pembuatan kipas tangan. Kini, ia menjadi raja
kipas asal Bali. Ketenaran kipas Wiracana pun bergaung hingga ke luar negeri.
Sering sebuah keterpaksaan berbuah manis. Apalagi jika dibarengi dengan
ketekunan dan kerja keras. Ketiga modal itulah yang mendorong Ketut Wiranantaja
sukses membangun bisnis kipas berlabel Wiracana.
Memadukan pengerjaan mesin dan keahlian tangan, jangan heran, jika kipas
Wiracana banyak diburu kolektor kipas tanah air. Banyak pula pejabat dan
perusahaan yang memesan kipas buatan Wira, panggilan akrab Ketut Wiranantaja,
sebagai suvenir ketika ada hajatan penting. Sebagian besar hotel berbintang
lima di Bali dan Jakarta juga memiliki koleksi kipas Wiracana.
Bahkan, kipas Wiracana juga menghiasi etalase museum kipas di London, Inggris.
Tak hanya itu, Wira juga mengirimkan kipasnya ke Spanyol dan Jepang. Di
Negeri Matahari Terbit tersebut, kipas Wiracana termasuk cenderamata yang
dijajakan di Skytree, menara tertinggi di dunia yang berada di Tokyo.
Kesuksesan Wira membangun bisnis kipas tidak dicapai dalam waktu singkat. Pria
kelahiran 31 Januari 1954 ini membutuhkan waktu 25 tahun untuk membesarkan
bisnis kipasnya. Ia pun mengalami jatuh bangun saat membesarkan bisnis yang
mulanya hanya dipandang sebelah mata ini.
Pada 1978, setelah bekerja di kapal pesiar berbendera Australia selama tiga
tahun, Wira pun memutuskan pulang ke kampung halamannya di Bali. Meski
saat itu menggenggam banyak uang, ia sempat bingung untuk memulai usaha.
Lantaran melihat perkembangan bisnis pariwisata di Bali yang baik, Wira pun
tergerak mencoba peruntungannya menjadi pedagang acung, sebutan untuk pedagang
kaki lima di Bali. Rupanya, pilihan ini tepat. Dari sini, ia melihat peluang
berbisnis kipas. “Biasanya, wisatawan hanya mau membeli satu patung, berbeda
dengan kipas yang sering dibeli dalam jumlah banyak,” ujar dia.
Berbekal keyakinan itu, setelah tiga bulan menjadi pedagang acung, Wira
memutuskan untuk memproduksi kipas di rumah. Ia menggunakan sisa tabungan hasil
bekerja di kapal pesiar, sebagai modal. Karena hanya mengandalkan tangan,
produksi kipas Wira masih minim. Wira hanya bisa menghasilkan 20 kipas dalam
sehari.
Tak hanya dalam hal produksi, awalnya, bapak tiga anak ini juga menemui
kesulitan dalam menjual kipasnya. Wira menawarkan kipas buatannya ke beberapa
artshop di Ubud, Tampak Siring, dan Goa Gajah. Ia pun tak langsung menerima
uang hasil penjualan, karena pembayaran baru dilakukan setelah kipasnya laku
terjual.
Ketekunan menjadi kunci sukses bagi Wira merintis bisnis kipas. Ia pun makin
yakin bisnis kipasnya memiliki prospek cerah ketika penjualan makin baik.
Hingga pada 1987, lulusan akademi pariwisata di Denpasar ini mendirikan CV
Wiracana.Ia mendapat suntikan dana bank senilai Rp 400.000.
Stres karena mesin
Berbekal dana segar itu, Wira bergegas mencari mesin pembuat kipas. Ia
menyadari, produksi kipas dengan cara tradisional memakan waktu cukup lama.
Lantas, Wira pergi ke Surabaya untuk mencari mesin pencetak kipas.
Sayang, usaha itu tak berhasil. Wira pun mengaku sempat stres hanya gara-gara
tak mendapatkan mesin yang bisa memilah kayu tipis-tipis. Baru pada 1992, Wira
mendapatkan mesin pencetak kipas seperti keinginannya seharga Rp 72 juta.
Kapasitas produksi kipas Wiracana pun terus meningkat seiring dengan banyaknya
pesanan. Wira juga terus menambah tenaga kerja hingga 15 orang. Pada 1993,
kipas Wiracana merambah Istana Negara, setelah dipesan menjadi suvenir untuk
upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus.
Perkembangan desain kipas pun menuntut kebutuhan mesin laser yang mahal sebagai
pelengkap alat produksi. Hanya saja, sang istri tak mengizinkan Wira menjual sebagian
aset untuk membeli mesin baru. “Saya sempat masuk ICU, stres karena terus
memikirkan mesin baru,” tutur Wira.
Beruntung sang istri luluh. “Akhirnya, saya jual mobil Mercy, diler sepeda
motor, dan ruko karena harus punya alat produksi,” kata Wira. Ia sendiri yang
memesan mesin tersebut sesuai dengan idenya. Benar saja, berbekal mesin canggih
itu, kreasi kipas Wiracana makin beragam.
Wira bisa membuat kipas perak, kipas warna tradisional, kipas dekorasi, kipas
lukis dengan ukiran dari tulang, kipas sutra polos, kipas sutra lukis tangan,
kipas cetak kertas, kipas sutra batik, kipas kerang laut, kipas sutra brokat.
Konsumen pun bisa dengan mudah mengukir namanya di kipas.
Dan, pesanan makin deras mengalir. Kini, dengan 175 karyawan, CV Wiracana mampu
memproduksi 25.000 kipas kayu dan kertas tiap bulan. Harga kipas-kipas itu
mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 17 juta per buah. Tak heran, Wira bisa menangguk
omzet ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Tak hanya itu, Wira pun mendapat banyak tawaran untuk membuka gerainya di
beberapa mal ternama ibu kota.
(ktn)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !