Derita warga
Rohingya, derita etnis minoritas yang terusir dari negerinya masih mengisi luka
dunia internasional. Padahal mereka sudah sejak abad 7 M berada di bumi
Arakan. Namun hingga kini, Rohingya tidak pernah mendapat pengakuan sebagai
etnis dari sekitar 137 etnis yang diakui di Myanmar.
Bahkan, pada Desember 2008 sekitar
1200 orang dari mereka menuju Thailand untuk mencari suaka. Hingga awal 2009, mereka yang
mencari suaka masih terombang-ambing di lautan untuk mendapatkan suaka dari
negara-negara sekitar Selat Malaka dan Laut Andaman. Sayangnya suaka itu tak
kunjung mereka dapatkan. Bahkan kemudian dunia internasional mengenal mereka
dengan sebutan manusia perahu (boat people), yang menggunakan 9 perahu telah
terdampar di Laut Andaman.
Sekitar 220
orang dari mereka sempat diselamatkan
oleh warga Aceh, sebagian oleh Angkatan Laut India, dan sebagian masih terapung
di lautan, hingga sebagiannya meninggal karena lapar dan haus. Padahal bila
merujuk ke pasal 14 (1) Deklarasi HAM Universal tahun 1948 maupun pasal 33 (1)
Konvensi tentang Status Pengungsi 1951, maka mereka yang sebenarnya layak
disebut pengungsi itu mendapatkan hak untuk ditampung dan tidak diusir secara
paksa.
Di antara para pengungsi itu
akhirnya masuk secara terpaksa ke wilayah Thailand, yang lalu justru
mengakibatkan mereka harus ditahan untuk kemudian disidangkan karena masuk
secara ilegal. Awal Januari lalu, The Islamic Council of Central Thailand
(ICCT) mulai mengusulkan agar masjid pusat provinsi Songkhla dapat digunakan
sebagai penampungan utama bagi para migran Muslim yang belum didakwa dengan
pelanggaran pidana. “Pusat-pusat penahanan kepolisian telah menjadi penuh sesak
karena banyaknya migran Rohingya ditahan,” kata pihak ICCT.
Beberapa ratus pengungsi Rohingya
telah ditahan di Songkhla, Narathiwat, Trang, Pattani dan Phangnga selama
beberapa minggu setelah mereka berusaha melewati Thailand ke Malaysia. Lima
puluh dua lagi ditahan oleh polisi maritim di sebuah rumah kosong di Ban Tam Ma
Lang Nua desa distrik Muang di Satun, sebuah provinsi yang berbatasan dengan
Songkhla. Terhitung 17 Januari lalu, jumlah total muslim Rohingya yang ditahan
menjadi 949 orang.
ICCT
juga mendorong negara-negara Muslim, organisasi internasional dan badan-badan
PBB tentang HAM untuk mendiskusikan dengan negara pihak ketiga akan kemungkinan
pemberian suaka kepada para migran Rohingya. ICCT juga menyerukan
organisasi-organisasi ini untuk menekan pemerintah Myanmar agar mengakui
kewarganegaraan orang Rohingya lain yang tetap di negara itu. Pemerintah
Thailand, melalui Menteri Luar Negeri Surapong Tovichakchaikul mengatakan
pemerintah akan memberikan bantuan kepada migran secara kemanusiaan dan tidak
akan mengekstradisi mereka sampai proses verifikasi kewarganegaraan mereka
selesai. [bangkokpost.com, SUKA-ed]
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !