Peringatan hari tuberkulosis (TBC)
dunia mengingatkan kita akan bahaya
besar bagi masyarakat akibat penyakit ini. Penyakit tuberkulosis lebih dikenal
sebagai penyakit 3 huruf TBC atau sebagian masyarakat menyebutnya sebagai KP.
Masyarakat kita lebih mengenal TBC hanya menyerang paru, pasien dengan TB paru
sering disebut kena flek pada parunya. Tetapi sebenarnya ada istilah TBC ekstra
paru, yaitu selain organ paru, TBC bisa mengenai berbagai organ tubuh kita
seperti kulit, kelenjar, usus, hepar, Selaput otak (meningitis TBC) serta
sumsum tulang belakang.
Penyakit ini masih menjadi salah
satu pembunuh utama bagi manusia. Jika tidak diobati dengan baik, maka penyakit
ini dapat menyebabkan kematian pada hampir setengah kasus selama 5 tahun
setelah menderita penyakit ini. Saat ini, diperhitungkan 3.800 pasien TB
meninggal setiap hari atau 2-3 pasien meninggal setiap menit karena TBC ini.
Saat ini, Indonesia merupakan salah
satu negara pemasok penderita TBC terbesar di dunia setelah Cina dan India.
Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan tingkat penularan yang tinggi.
Laporan WHO tentang angka kejadian TBC evaluasi selama 3 tahun dari
2008,2009,2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC Indonesia mencapai 189 per 100.000
penduduk. Secara global, angka kejadian kasus kejadian TBC 128 per 100.000
penduduk. Data ini menunjukkan bahwa kasus TBC berada di sekitar kita.
Demam tidak terlalu tinggi, berat
badan turun, keringat pada malam hari dan nafsu makan yang menurun,
merupakan gejala utama pasien dengan TBC. Gejala lain berupa batuk-batuk
kronis, nyeri dada bahkan sampai batuk darah merupakan gejala TBC paru. Jika TB
mengenai usus gejala yang muncul selain gejala utama juga disertai diare
kronis. Pasien dengan pembesaran kelenjar terutama disekitar leher disertai
gejala utama TBC perlu dicurigai adanya TBC kelenjar.
Penderita dengan penyakit ini
tampaknya selalu ada di sekitar kita. TB memang tidak saja menyerang paru TB
juga bisa menyerang organ lain. Mengingat kasus yang selalu ada disekitar kita
maka kita memang seharusnya mewaspadai penyakit TBC ini.
Penyakit ini sebenarnya bisa dicegah
dan bisa diobati sampai tuntas. Wajar kalau slogan Hari TBC dunia adalah
"Stop TB dalam kehidupan kita" dan target pengendalian adalah untuk
menjadi zero kematian karena TB. Cuma memang masalahnya pengobatan TB
memerlukan waktu yang panjang bisa 6-9 bulan. Selama waktu tersebut seorang
penderita harus terus menkonsumsi obat dan tetap kontrol kedokter. Kepatuhan
pasien memang diharapkan dalam pengobatan TBC.
Peran keluarga juga penting untuk
mengingatkan anggota keluarga yang sakit untuk selalu minum obat dan kontrol
teratur. Kadang kala dalam waktu 1 bulan setelah pengobatan kondisi pasien
membaik, keluhannya hilang. Hal ini yang kadang-kadang membuat pasien merasa
sembuh dan tidak meneruskan pengobatan. Padahal kondisi putus berobat ini akan
membuat pasien berisiko untuk mengalami kebal terhadap obat anti TB yang sudah
pernah diberikan. Apabila hal ini terjadi tentu penanganannya akan
menjadi sulit. Komplikasi TB juga menjadi mudah terjadi.
Bagaimana
mengobatinya
Penyakit ini dapat disembuhkan dan
pengobatannya membutuhkan waktu yang panjang. Pasien yang sudah dipastikan
menderita sakit TBC minimal harus minum obat selama 6 bulan. Pada 2 bulan
pertama pada umumnya pasien yang menderita TBC harus minum obat minimal sebanyak
4 macam obat antara lain yang sering digunakan sebagai pengobatan pertama yaitu
rifampisin, isoniasid (INH), pirazinamid dan ethambutol. Empat bulan berikutnya
diteruskan dengan 2 macam obat yaitu Rifampisin dan INH. Terus terang kita
tidak bisa lari dari kenyataan bahwa minum obat dengan berbagai macam dan
jangka waktu yang panjang membuat kepatuhan seseorang akan berkurang. Selain
itu obat TBC yang berbagai macam ini kadang kala menimbulkan efek samping pada
pasien yang mengkonsumsi obat tersebut. Kepatuhan dan keinginan untuk sembuh
adalah syarat yang harus dimiliki oleh seseorang yang menderita TBC.
Di sisi lain juga perlu disampaikan
jika penyakit dan kuman TBC tersebut masih ada pada paru-paru pasien tersebut,
maka mereka potensial untuk menularkan kepada orang lain. Oleh karena itu bagi
penderita TBC ada 2 hal yang selalu diperhatikan kesembuhan diri sendiri dan
tidak menularkan kepada orang lain. Saat ini bagi masyarakat tidak mampu
disediakan obat anti TBC gratis yang disediakan di Puskesmas-puskesmas baik
puskesmas kelurahan dan kecamatan. Yang terpenting adalah segera mendeteksi
anggota keluarga yang mempunyai gejala-gejala terinfeksi TBC dan segera membawa
ke puskesmas untuk dievaluasi lebih lanjut dan jika terbukti menderita TBC
masuk dalam program pengobatan TBC yang saat ini diberikan cuma-cuma.
Selain pengobatan dengan berbagai
obat, pasien yang mengalami menderita TBC juga harus terus menerus
memperhatikan makanannya. Diusahakan agar selalu mengkonsumsi makanan yang
bergizi. Ironisnya, umumnya pasien yang mengalami penyakit TBC ini berasal dari
golongan masyarakat miskin. Sehingga selain kendala berobat, konsumsi makanan
yang bergizi juga menjadi hal yang sulit dilakukan yang membuat pasien TBC tak
bisa disembuhkan dengan baik.
Program pengobatan gratis yang saat
ini ada di Puskesmas harus secara terus menerus dilakukan dan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Tambahan susu dan makanan lainnya, juga seharusnya dapat
diusahakan oleh pemerintah daerah setempat untuk turut membantu pasien yang menderita
TBC. Mata rantai penularan harus diputuskan dengan mengobati pasien yang
menderita TBC sampai sembuh.
Upaya untuk memberantas TB
sebenarnya sudah merupakan gerakan duniau untuk menghilangkan kasus TBC di muka
bumi ini. Pemerintah juga seperti tidak henti-hentinya berupaya memberantas
penyakitini. Saat ini obat-obat TBC juga diberikan secara gratis kepada pasien
TB Paru dengan dahak yang positif melalui puskesmas dimana pasien tersebut itu
tinggal. Tetapi, pada akhirnya memang kesadaran masyarakat untuk membantu
mendeteksi dan juga segera berobat jika mempunyai gejala-gejala seperti yang
dimiliki pasien TB.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !