Ulang
tahun merupakan refleksi perjalanan yang telah ditempuh sepanjang tahun ini.
Bagi tiap orang ulang tahun adalah hari penting, setidaknya untuk mengingat
baik buruk perjalanan setahun terakhir. Dengan ulang tahun orang berharap akan
ada perubahan signifikan dalam perjalanan hidup berikutnya. Dan dengan ulang
tahun orang merencanakan apa yang dilakukannya untuk memenuhi impian maupun
harapan yang tertunda. Dengan kata lain ulang tahun menjadi semacam tanda bahwa
kehidupan masih memberi makna.
Demikian
pula ulang tahun kota atau kabupaten. Ulang tahun kota/kabupaten merupakan
refleksi kolektif atas sejumlah harapan dan impian warga tentang kota atau
kabupaten untuk tahun berikutnya. Ulang tahun kota/kabupaten pun boleh disebut
sebagai refleksi korektif tentang apa saja yang telah dicapai dan yang belum
diraih selama ini. Tak aneh bila Hari Ulang Tahun kota/ kabupaten menjadi riuh
oleh sejumlah aktivitas, minimal aktivitas rasa syukur bahwa hingga hitungan
kesekian daerah tersebut masih tetap dicintai warganya.
Meskipun
ekspresi kecintaan kepada kota dilakukan warga dengan cara beragam, intinya
sama yakni adanya keinginan untuk memajukan taraf kehidupan warga masyarakat
secara umum. Sebuah tindakan yang berawal dari proses penyadaran bagi sebuah
kesejahteraan kolektif. Sebuah kesadaran yang dibangun tidak saja oleh mimpi,
melainkan oleh pertimbangan realitas dan kemampuan daerah. Dalam kaitan ini
sangat boleh jadi, ekspresi kecintaan terhadap kota antara warga dengan
pemerintah berbeda. Pemerintah ingin agar perundangan (peraturan) daerah bisa
berbunyi di masyarakat dengan tujuan terealisasinya program pembangunan yang
telah dicanangkan. Sementara masyarakat menghendaki kota yang telah dihuni (dan
memberi kehidupan) itu menjadi semakin cantik, semakin memberi harapan hidup
yang lebih baik sehingga peluang usaha serta mempertahankan hidup dapat
meningkat.
Jikalau
ada perbedaan perspektif dalam hal cara merealisasikan impian kolektif itu
~antara pemerintah dengan warganya~ seharusnyalah menjadi semacam bahan
renungan bersama untuk merumuskan sebuah grand desain kota. Kota atau kabupaten
dibangun harus melalui grand desain yang mensejahterakan warganya. Desain besar
itu harus terekam dalam kebijakan daerah yang berpihak kepada publik, sehingga
ia dinamakan kebijakan publik. Desain besar itu pun harus memuat arah
pembangunan berwawasan ke depan. Tentu saja dalam rangka meretas impian
kolektif itu menjadi nyata.
Putussibau adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan
Barat. Putussibau, yang sekaligus sebagai ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, dapat di tempuh lewat
transportasi Sungai
Kapuas sejauh
846 km dan lewat jalan darat sejauh 814 km dari Pontianak , ibu kota Kalimantan Barat. Kabupaten Kapuas Hulu adalah salah
satu Daerah Tingkat II di propinsi Kalimantan Barat. Memiliki luas wilayah
29.842 km², dan berpenduduk 222.160
(Tahun 2010). Kota ini terletak di hulu Sungai
Kapuas yang
memiliki panjang 1,143 kilometer, dan 56 persen dari luas wilayah
kabupaten ini adalah kawasan konservasi dalam bentuk taman nasional dan
hutan lindung. (Coordinates: 0°51'58"N 112°55'28"E) Kota Putussibau berdiri pada tanggal 1 Juni 1895,
sewaktu pemerintah kolonial Hindia Belanda menempatkan seorang Controleur di
wilayah Boven Kapuas bernama L.C.Westenemk (1895-1897) yang berkedudukan di
Putussibau. Wilayah Boven Kapuas sendiri merupakan salah satu onderafdeeling
dari Residen Sintang. Berdasarkan landasan historis, pemerintah
Kabuaten Kapuas Hulu mengadakan Seminar yang membahas ”Hari Jadi Kota Putussibau” pada tanggal 14-15 Februari
2005 di Putussibau. Hasil seminar tersebut menjadi dasar keluarnya Peraturan Daerah (Perda) Kabupatn
Kapuas Hulu Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Penetapan Hari Jadi Kota Putussibau.
Sudah
118 tahun usia Kota Putussibau atau dalam kacamata yang lebih luas kita sebut
Kabupaten Kapuas hulu. Sudah banyak ragam perjalanan di dalamnya. Berbagai
sketsa sejak masa kerajaan/kesultanan, masa pendudukan Belanda, pendudukan
Jepang, lalu masa kemerdekaan hingga kini. Artinya sepanjang usia kota/kabupaten
ini, perubahan terus tampak dan mengiringi proses perkembangan kota.
Perkembangan dan perubahan itu diperlihatkan (minimal) dengan adanya interaksi
manusia di wilayah seluas 29.842 km²
ini yang terbagi dalam dua puluh tiga kecamatan. Interaksi itulah yang dapat
dipertanyakan apakah telah memenuhi impian kolektif atau sebaliknya interaksi
itu hanya merupakan impian individual semata? Interaksi sepanjang usia kota/kabupaten
~minimal pada masa kepemimpinan tertentu~ merupakan awal penilaian bersama
menyangkut kebijakan publik. Jikalau kebijakan publik yang dituangkan dalam
sejumlah perundangan daerah atau peraturan daerah berhasil meningkatkan taraf
hidup bagi 222.160 warganya berarti interaksi manusia
di kota/kabupaten yang bernama Kapuas hulu ini boleh disebut telah berpihak
kepada publik.
Sebaliknya
apabila kebijakan publik dalam peraturan daerah itu gagal atau bahkan tidak menyentuh
kebutuhan hajat hidup rakyat, maka pada ulang tahun kota/kabupaten ini harus
ada upaya reflektif untuk merumuskan ulang: apa dan bagaimana metoda yang tepat
Bagi pemenuhan kesejahteran publik tersebut. Hal yang kerap jadi persoalan
bersama di Kabupaten Kapuas hulu sampai kini masih seputar peraturan perkebunan/tata
kelola lahan, saluran drainase, kelangkaan BBM, Listrik yang selalu byarpet,
dan yang tidak kalah penting adalah kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan
dan jembatan. Konsep pembangunan, dalam hal ini peraturan daerah, harus mampu
memberi solusi atas problem yang berulang itu. Tata ruang wilayah yang
dikehendaki undang-undang serta berpijak pada kenyamanan hidup warganya,
setidaknya menjadi acuan bagi terealisasinya kota harapan, kota yang menyimpan
harapan hidup serta menyediakan peningkatan indeks prestasi ekonomi.
Persoalan
lain yang layak jadi refleksi pada ulang tahun kota tercinta ini pun menyangkut
kemudahan pelayanan publik dalam hal pendidikan dan kesehatan. Sebagaimana jadi
pengetahuan bersama, pendidikan dasar di Kapuas hulu masih menjadi kendala bagi
warga miskin terutama yang ada di daerah-daerah terpencil, masih banyak
sekolah-sekolah yang belum pernah di rehab sejak pertama kali di bangun, masih
ada sekolah yang belum memiliki ruang belajar genap enam lokal, artinya masih
ada lokal yang diisi oleh dua kelas, masih ada guru yang mengajar lebih dari
dua kelas dalam satu jam pelajaran karena kurangnya guru di wilayah pelosok
tersebut, sementara guru-guru diibukota sangat menumpuk (tidak terjadi
pemerataan) kita berharap agar pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan,
Pemuda dan Olah raga dapat mencari
solusi dari permasalahan tersebut.
Dalam
hal kesehatan pun mesti ada perimbangan agar Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
tidak sekadar menjadi pelayan pasien miskin. Jika pun memang harus, tetap harus
ada kesungguhan pemerintah daerah mengeluarkan dana secara cepat dan lancar
kepada RSUD. Pasien miskin memang harus dilayani sebagaimana halnya pasien
mampu. Namun berikan juga kesempatan kepada RSUD untuk mengembangkan konsep
pelayanan untuk memperoleh benefit yang ditujukan bagi kesejahteraan
karyawannya. Perlu keseimbangan merumuskan pelayanan kesehatan di RSUD melalui
peraturan daerah yang secara mutualis dapat menampung dua objek ini, yakni
pasien miskin di satu sisi dan pihak RSUD di sisi lain.
Menurut
hemat penulis, refleksi yang patut dilakukan dalam peringatan hari ulang tahun
Kota Putussibau atau kab. Kapuas hulu pun tidak terlepas dari adanya political
will dalam sisi reformasi birokrasi. Artinya untuk mempermudah pelayanan
publik sekaligus mengeliminir “idiom birokrasi” yang kira-kira berbunyi: kalau
bisa dipersulit untuk apa dipermudah. Reformasi birokrasi pun erat kaitannya
dengan integrasi antarbirokrasi. Sesama birokrasi terkait yang ada harus
sejalan, minimal memiliki data base yang sama terhadap setiap persoalan. Dari
situ kelak akan dapat saling menunjang pembangunan. Misalnya tidak membuat data
yang berbeda hanya karena berdasar kepentingan sesaat. Dengan kata lain perlu
dicanangkan keinginan bersama untuk menciptakan birokrasi yang berpatokan pada
kemajuan kesejahteraan umum.
Ulang
tahun Kota Putussibau yang bertepatan dengan ,hari lahir Pancasila yakni
tanggal 1 Juni, semestinya menjadi tolok ukur bahwa kota ini juga dibangun atas
dasar prinsip Pancasila. Tidak berlebihan kiranya apabila pada peringatan ulang
tahun senantiasa diadakan ekspresi rasa syukur kepada Tuhan, dan rasa syukur
itu diperlihatkan pada keinginan bersama untuk terus menerus merecovery ekonomi
warganya. Berpangkal dari keinginan bersama itulah riak berupa protes warga
dalam sektor ekonomi dengan sendirinya mengecil. Berarti harus ada kesungguhan
kerja birokrat dalam merumuskan konsep ekonomi warga yang berpihak pada
peningkatan taraf hidup masyarakat yang menghuni kota/kabupaten ini.
Refleksi
ini ditulis sebagai titik masuk betapa masih banyak persoalan Kota Putussibau
khususnya dan Kabupaten Kapuas hulu umumnya yang memerlukan keseriusan seluruh
pihak dalam rangka ekspresi kecintaan terhadap kota yang dibangun para leluhur
kita ratusan tahun silam. (Wallahu’alam)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !