Danau Lindung Empangau di Kecamatan Bunut Hilir pernah memperoleh penghargaan tingkat Nasional tahun 2012.
Potensi
wilayah Kabupaten Kapuas Hulu yang pernah dikenal dengan Kabupaten “Seribu
Danau” membentuk lancape ekosistem dataran rendah yang sangat luas hampir
mencapai 40 % dari total luas Kabupaten Kapuas Hulu, dimana ekosistem dataran
rendah dan peraian ini baru kawasan Danau Sentarum yang banyak menjadi
perhatian dunia, yaitu selain berstatus Taman Nasional, juga sebagai kawasan
Ramsar yaitu ekosistem lahan basah dengan keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi.
Selain
wilayah Danau Sentarum masih ada 22 Danau yang dikukuhkan oleh pemerintahan
Kabupaten sebagai Danau Lindung dengan Surat Keputusan Bupati, satu diantaranya
melalui binaan Dinas Perikanan yaitu Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas)
Danau Lindung Empangau di Kecamatan Bunut Hilir pernah memperoleh penghargaan
tingkat Nasional tahun 2012.
Seribu
danau di hamparan lancape ini selain menjadi habitat aquatik dan biodiversity
lainnya, juga merupakan habitat singgahnya Lebah (Apis dorsata), untuk periode tertentu dan sangat tergantung dengan
situasi dan kondisi alam lokal yang ada, dalam hal ini terutama sekali musim
berbunga dari semua jenis tumbuhan yang dikenal sebagai pakan lebah yakni dari
jenis-jenis Putat (Barringtonia
acutangula), Masung (Syzygium
clauvifora), Kayu Taun (Carallia
bracteaca) dan Marbenbam (Xanthophyllum
sp) serta jenis perkayuan yang beragam seperti Ubah (Syzygium ducifolium), Kawi (Shorea
belangeran), Leban (Vitex pinnata), Akar
Libang (Monocarpus sp) dan Ringin (Dillenia beccariana).
Musim
berbunga diakhir tahun 2012 hingga awal tahun 2013 ini merupakan situasi dan
kondisi yang serba pas/sesuai bagi Lebah untuk singgah dan bersarang di
hamparan lanscape seribu danau dari wilayah Danau Sentarum sampai kawasan Danau
Buwak di Kecamatan Bika didaerah hulunya. Hal ini memberikan manfaat luar biasa
yang diperoleh masyarakat disepanjang wilayah tersebut bahkan melebar ke utara
sampai diwilayah Danau Mati dan Danau Tunggal di batang/sungai palin diwilayah
desa Nanga Lauk Kecamatan Embaloh hilir, serta sampai ke Danau Lindung Pulau
Danau diwilayah administrasi desa Nanga Danau Kecamatan Bunut Hulu untuk kearah
selatannya. Data yang dikumpulkan melalui kontak-kontak person disetiap
titik/sentral kegiatan panen madu ini dapat dilihat pada bagai disamping ini.
Berdasarkan
sarangnya, lebah (Apis dorsata)
terdiri dari 2 kategori yaitu sarang dipohon Lalau, biasanya terdapat pada
pohon besar dan tinggi, dari jenis Rengas (Gluta
rengas), sering juga pada jenis Kempas atau Meris (Kempassia sp), dan madunya sering disebut madu lalau, atau jika terjadi pada sembarang jenis kayu
(yang tidak biasa dan rendah) disebut sarang repak atau madu repak. Kategori
lainnya adalah sarang lebah yang hinggap di Tikung.
Tikung
adalah sebilah papan dari kayu yang sudah mati (tidak bergetah lagi), ukuran
kurang lebih 2 meter, lebar 15 cm dan tebal 2 cm, dibuat dari jenis kayu lokal
seperti Medang (Litsea firma) dan
Tembesuk (Fragrarea fragran),
kemudian dipasang miring pada pepohonan Putat dan lainnya dengan ketinggian 2
hingga 3 meter dari permukaan air.
Untuk
wilayah Danau Sentarum, sebagian besar Ujung Jambu dan Penepian Raya serta
wilayah Siawan Belida hasil madunya banyak diperoleh dari hasil sarang Tikung,
sementara Piasak, Joki Hilir, sebagian Empangau dan Aur serta Embaloh Hilir
didominasi oleh madu dari sarang lalau.
Di
Danau Sentarum, pengelolaan Madu sudah terorganisir dengan membentuk Asosiasi
Periau Danau Sentarum (APDS), produksinya juga sudah disertifikasi oleh lembaga
nasional Biocert yang difasilitasi oleh Asosiasi Organik Indonesia (AOI).
Teknis panen higienis dan lestari diterapkan secara konsisten, sehingga
produksinya juga dijamin bisa bertahan sampai 2 tahun.
Dari
hasil produksi madu dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu kategori 1 hasil dari panen lestari, higenis dan
bersertifikat, kategori 2 hasil dari panen lestari dan higenis tetapi belum
bersertifikat, dan kategori 3 belum panen lestari dan belum
bersertifikat (panen manual, lokal dan tradisional)
Dari
total 90-an Ton Madu hasil panen periode januari sampai Maret 2013 ini hanya
dari APDS saja penjualannya yang jelas, yaitu 13 Ton di beli langsung oleh
Lembaga Dian Niaga Jakarta melalui fasilitasi Perkumpulan Kaban dan Jaringan
Madu Hutan Indonesia (JMHI), sementara yang lain tersebar dari pasar lokal di Kapuas
Hulu, baik di kota Putussibau, kota-kota kecamatan dari Lanjak, Semitau,
Jongkong, Tepuai, sampai Nanga Silat, kemudian kota Kabupaten lain dari
Sintang, Sekadau, Sanggau sampai Kota Pontianak, bahkan sampai ke Singkawang,
Sambas dan Ketapang. Ada juga sebagian yang terjual ke Malaysia melalui Badau
dan Entikong, namun informasi banyaknya penjualan/distribusi madu ke setiap
daerah ini tidak bisa diketahui secara detail.
Bisa
dikalkulasi sederhana bahwa dari potensi madu hutan 90 ton lebih ini masyarakat
Kapuas Hulu sudah mendapat manfaat dari kondisi alam yang baik, karena datang
dan bersarangnya lebah menjadi indikator baiknya habitat, ekosistem dan iklim
mikro ditempat tersebut, suatu keadaan yang logis misalnya karena kebakaran
wilayah Siawan-Belida yang berada disekitar 40-an ribu Ha hamparan lahan basah,
gambut, kerangas dan hutan dataran rendah, serta terdiri dari 12 kelompok tani
madu hutan atau yang lebih sering dikenal dengan istilah periau, periode ini
hanya panen sekitar 5 ton saja, padahal wilayah ini dengan potensi alam dan
luasannya maksimal bisa memproduksi madu sebesar 20 ton.
Besarnya
potensi madu hutan dari alam Kabupaten Seribu Danau dan Uncak Kapuas ini,
Pemerintah Kabupaten pada tahun 2012 sudah menetapkan sebuah tim kecil berupa
Kelompok Kerja (Pokja) khusus untuk pengembangan Madu Hutan ini dengan Surat
Keputusan Bupati nomor 298 tahun 2012 yang dirangkai dalam satu kesatuan Sistem
Inovasi Daerah Kabupaten Kapuas Hulu. Pokja Madu hutan ini berada dibawah
koordinasi instansi teknis Dinas Perkebunan dan Kehutanan dengan Bapak Jumtani
(Kepala Bidang Rehabilitasi dan Perhutanan Sosial) sebagai ketua dan Bapak
Yusniardi (Kepala Seksi Perhutanan Sosial) sebagai Sekretaris. Sementara
keanggotaannya didukung oleh seorang staf dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan
serta 4 orang dari perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat yang sudah eksis
melakukan pendampingan dan pengembangan masyarakat dibidang Madu Hutan ini.
Pokja
Pengembangan Madu Kabupaten Kapuas Hulu sudah melakukan koordinasi dengan
berbagai pihak terkait, antara lain diinstansi internal Pemerintah Daerah
dengan Dinas Perindusrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Kapuas Hulu untuk
pengembangan strategi pagceging dan pemasaran, dan
dengan Bappeda terkait kepastian wilayah kelola. Sementara dengan pihak luar
dari Pemerintah Daerah yaitu Kementrian Kehutanan untuk fasilitasi-fasilitasi
Pendampingan dan Pemberdayaan masyarakat, dengan AOI dan Biocert untuk
fasilitasi Sertifikasi Organis, kemudian juga dengan BUMD dan Bank untuk
fasilitasi permodalan.
Pokja
Madu lebah ini juga sudah mewacanakan untuk penyelenggaraan Workshop
Pengembangan Madu Hutan Kabupaten Kapuas Hulu yang didukung oleh Kementrian
Kehutanan melalui BPDAS Kapuas, GIZ-Forclime, FFI dan WWF, Workshop ini
direncanakan akan melibatkan peran aktif dari Perkumpulan Kaban, Yayasan Riak
Bumi, Asosiasi Periau Danau Sentarum serta petani dan kelompok petani/Periau
yang ada. (laporan Eko Darmawan Koordinator FFI-IP Kapuas Hulu)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !