Kabupaten Kapuas Hulu dengan 2 (dua) suku utamanya, yaitu dayak dan melayu memiliki sejarah dan budayanya masing-masing yang tetap dijaga, meskipun kehidupan manusia terus berkembang mengikuti zaman. Sejarah dan budaya inilah yang menjadi ciri khas dan identitas masyarakat di Kabupaten Kapuas Hulu.
Salah satu peninggalan budaya dan sejarah melayu yang menjadi kebanggaan masyarakat Kapuas Hulu, khususnya Kecamatan Selimbau yang pada mulanya merupakan sebuah kerajaan Hindu dan ikut berperan dalam perkembangan agama Islam di Kabupaten Kapuas Hulu, yaitu Masjid Jami. Jika dirunut, berdirinya Masjid Jami memiliki sejarah yang cukup panjang.
Pada tahun 1775 masehi, di Kerajaan Selimbau yang masih bernama Kerajaan Pelembang (2 km dari Selimbau sekarang) telah berdiri sebuah masjid dalam bentuk dan arsitektur yang sangat sederhana. Pada masa itu Raja-raja Kerajaan Selimbau Hindu mulai dari raja yang ke-13, yaitu Raja Abang Tajak Selimbau Matang bergelar Raja Suradila Sri Paku Negara bersama permaisurinya Ratu Muja, telah menganut agama Islam.
Raja Selimbau yang ke-20, Sri Paduka Pangeran Suta Kasuma Muhammad Jalaludin memindahkan ibukota kerajaan ke muara sungai Terus dan mengubah nama kerajaan menjadi Kerajaan Selimbau yang berarti kerajaan yang selamat dan dijaga oleh naga. Di tempat tersebut kerajaan maju dengan pesat dan dimulailah penyebaran agama Islam. Kerajaan juga memperluas wilayah hingga ke hulu Kapuas di Putussibau.
Untuk memperluas kekerabatan dengan suku dayak Mayan Benuis, Sri Paduka Pangeran Suta Kasuma Muhammad Jalaludin menikah dengan Nyai Letti dari Benuis. Dari pernikahan tersebut lahirlah Raden Muhammad Mahidin, yang kemudian pergi berlayar ke Negeri Mempawah untuk berguru kepada Syeh Habib Husin Alqadri dari Hadramaut. Selama berguru, Raden Muhammad Mahidin akrab dengan anak gurunya yang bernama Syarif Abdurrahman, dan menjadi layaknya saudara hingga turun temurun. Sepulang dari Mempawah ia menikah dengan Putri Dayang Aisyah dan mempunyai beberapa anak. Anak tertua bernama Raden Muhammad Abbas Suryanegara yang kelak menjadi raja ke-22 dan terbesar sepanjang sejarah Kerajaan Selimbau.
Raden Muhammad Abbas Suryanegara yang bergelar Sri Paduka yang maha mulia yang dipertuan Agung Raja Negeri Selimbau, berhasil menaklukkan seluruh Kapuas Hulu. Di bawah pimpinannya, Kerajaan Selimbau berperang melanggar wilayah Sintang dan Serawak (yang pada masa itu masih menjadi bagian Kesultanan Brunei Darussalam). Untuk kepentingan politis, Raden Muhammad Abbas Suryanegara bersekutu dengan Belanda, dengan tujuan memperluas dan memperkokoh kekuasaan sambil menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok Kapuas Hulu dan juga untuk membendung kekuasaan James Cook di Serawak.
Pada masa pemerintahan Raden Muhammad Abbas Suryanegara inilah Masjid Jami didirikan di sebelah utara Negeri Selimbau, dengan posisi menghadap ke selatan menghadap sungai Terus yang bertuah dan posisi kiblat menghadap kearah sungai Kapuas yang membentang sejauh mata memandang. Desain Masjid Jami dibuat oleh Pangeran Haji Surapati Nata Setia Wijaya dan Raden Prabu Hayat yang merupakan saudara raja. Menara Masjid Jami tinggi bersegi 8 (delapan) dengan tangga yang dibuat rapi untuk Muazin naik dan melantunkan azan dari menara atas. Mimbar masjid diukir dengan nuansa Islam yang kental, bermotif tumbuhan dan bunga-bunga. Di mimbar ini juga dipahat hari, tanggal, dan tahun pendirian masjid. Sementara diteras masjid terdapat sebuah beduk yang dibuat dari kulit sapi pilihan. Di Masjid Jami’ ini para ulama kerajaan berkumpul dan membaca khutbah-khutbah jumat dalam bahasa Arab.
Untuk menegakkan aturan dalam kehidupan bermasyarakat di Kerajaan Selimbau, hukum yang berlaku adalah hukum Kanun Malaka, seperti hukum rajam, cambuk, dan hukum tampun (ditusuk dengan bambu kuning yang diruncing). Berlakunya hukum tersebut ditandai dengan ditanamnya bambu kuning oleh raja di sebelah barat masjid.
Demikian sejarah Masjid Jami’ Kerajaan Selimbau dari awal mula didirikan. Sebuah peninggalan sejarah dan budaya yang tidak saja menjadi simbol kejayaan sebuah kerajaan, tetapi juga menjadi kilas balik penyebaran agama Islam, dan menggambarkan kehidupan sosial budaya masyarakat pada masa tersebut.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !