Tidak
berfungsi maksimalnya sejumlah drainase di Kota Putussibau dan Kedamin telah
menebar masalah di masyarakat. Bahkan ada di beberapa wilayah drainase ibarat
ada dan tiada. Di katakan ada tapi tak berfungsi maksimal. Di katakan tiada
namun secara fisik tampak. Hanya ukurannya yang jauh dari ideal. Selain itu,
banyak drainase yang tak terkoneksi ke saluran pembuangannya. Dampak yang
muncul adalah drainase kehilangan fungsi. Tak mampu menampung air terutama di
musim hujan. Akibatnya meluber ke luar dan menggenangi jalan serta permukiman
warga.
Pertengahan
Desember tahun lalu bisa menjadi cerminan drainase tidak berfungsi maksimal.
Suatu pagi ketika itu, beberapa titik ruas jalan Kota Putussibau terendam.
Ironisnya, jalan itu adalah jalan utama kota, yaitu jalan Kom Yos Sudarso.
Hujan lebat yang turun malam harinya menyebabkan air memenuhi drainase yang tak
berfungsi baik itu. Jalanan pun menjadi korban terendam. Kondisi terparah di
ruas jalan dari depan gedung Dinas Pertambangan dan Engeri, Depan Mini Market
Tita hingga ke gedung Kantor Kementrian Agama Kabupaten Kapuas Hulu. setidaknya
air menutupi jalan sekitar 50 meter. Tak tanggung, ketinggian air mencapai
lutut orang dewasa. Kendaraan yang melintas harus berhati-hati. Terlebih pagi
itu jam sibuk orang tua mengantar anak ke sekolah dan pegawai mulai berangkat
ke kantor.
Jalan
terendam ketika itu juga terjadi di seputaran APMS Gelora yang jaraknya sekitar
100 meter dari lokasi pertama terendam. Hanya saja ketinggian air di lokasi ini
hanya sebetis orang dewasa. Namun, sejumlah rumah warga di sekitarnya menjadi
korban. Pekarangan terendam hingga setinggi lutut orang dewasa. Salah satu
adalah rumah H Ridwan yang rumahnya bersebelahan dengan AMPS Gelora.
Korban
berikutnya adalah para guru dan siswa serta orang tua sekolah MIN Putussibau.
Ketika itu, nyaris tak ada halaman sekolah yang luput dari genangan air.
Seluruh halaman sekolah tertutup air bak sebuah danau. Luapan air dari drainase
depan sekolah itu menyebabkan pekarangan sekolah terendam. Orang tua yang mengantarkan
anak sekolah harus menerobos genangan air. Sebagian siswa harus melepaskan
sepatu dan berjalan kaki melewati air. Begitupun dengan para guru yang hendak
mengajar mesti rela menerjang air yang menggenangi setinggi betis orang dewasa.
Menjadi
korban drainase tak berfungsi juga dialami sebagian masyarakat Kedamin.
Terutama warga yang bermukim di jalan lintas selatan dari pertigaan bandara
Pangsuma Putussibau ke arah Simpang Melapi. Warga harus merelakan pekarangan
rumahnya terendam air. Mau tidak mau menerobos genangan air untuk bisa
beraktivitas keluar rumah. Ketinggian air di wilayah ini bervariasi. Ada yang
tingginya hingga sepaha orang dewasa. Tidak jarang air menggenagi halaman rumah
warga lebih dari satu hari.
Awak
SUKA melakukan penyelusuran atas kejadian itu. Di depan Mini Market Tita, air
meluap ke jalan lantaran drainase yang ada kondisinya sangat memiriskan.
Lebarnya tak lebih 20 cm dan dalamnya pun hanya sekitar 10 cm. Belum lagi tepat
di depan mini market itu drainase sudah tertutup semen untuk area parkir. Tidak
terlihat ada drainase yang memadai sebagai tempat penampungan sementara air
hujan. Setali tiga uang di dekat APMS Gelora. Di beberapa titik justru tidak
terlihat adanya drainase.
Kemudian
di kompleks sekolah MIN Putussibau. Penyelusuran di lakukan terhadap drainase
di depan sekolah itu. Yang terlihat, drainse banyak tertutup semak dan sampah.
Ada penyempitan drainase karena pembangunan area berputar kendaraan di ruas
jalan tersebut. Tampak ada gorong-gorong guna melarikan air. Akan tetapi ukuran
gorong-gorong itu tidak terlalu besar. Awak SUKA juga melakukan penyelusuran
terhadap drainase yang ada. Banyak drainase kondisinya memiriskan. Banyak
sampah dan semak di dalam drainase. Seperti drainase di ruas jalan DI Panjaitan
samping kantor Bupati Kapuas Hulu. Ukuran drainase cukup besar, hanya tertutup
rumput dan sampah.
Di
Kedamin, kondisi yang kurang lebih sama juga terjadi. Akibat pelebaran jalan
lintas selatan yang di buat dua jalur, drainase kiri dan kanan jalan menyempit.
Kondisi drainase yang tidak bersih juga menyebabkan air sulit mengalir dengan
baik. Selain itu, gorong-gorong di pertigaan jalan menuju bandara Pangsuma
Putussibau tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Abang
Amrullah, Ketua LSM Gempar meminta pemerintah kabupaten menjadikan persoalan
drainase ini sebagai skala prioritas di tangani. Terutama yang berada di ruas
jalan utama kota Putussibau.
“Tentu
kita tidak mau Putussibau seperti Jakarta. Hujan sedikit terendam. Padahal
kotanya kecil, masih mudah dalam penataan kotanya,” kata Abang.
Abang
mengakui dirinya bukan orang yang ahli di bidang tata kota. Namun menurut
Abang, harus dibangun drainase yang baik dan terkoneksi ke saluran pembuangan.
Seperti di ruas jalan Kom Yos Sudarso. Drainase kiri dan kanan jalan harus
dibangun terkoneksi satu dan lainnya. Kemudian di bangun saluran pembuangan
menuju ke Sungai Nyamuk.
“Sungai
nyamuk itu ada di tengah kota dan layak menjadi saluran pembaungan. Karena
sungai ini bermuara ke sungai Kapuas. Alam sudah memberikan ruang, tinggal kita
mau atau tidak menatanya,” tandas Abang. (ln13/HTr)
Nurimah,
Kepala Sekolah Madrasyah Ibdtidaiyah Negeri (MIN) Putussibau hanya bisa
bersedih ketika hujan mengguyur kota Putussibau. Ia sudah membayangkan, jika
hujan turun lebat, maka halaman sekolah yang ia pimpin dipastikan tergenang.
Padahal, sekolah favorit itu berada di Jalan Kom Yos Sudarso, Putussibau yang
merupakan jalan utama kota.
“Saya
hanya bisa sedih kalau sudah hujan lebat turun. Halaman sekolah pasti
tergenang. Kasihan melihat para siswa harus melepas sepatu dan menerobos
genangan air,” kata Nurimah.
Nurimah
kemudian menceritakan. Pernah halaman sekolahnya terendam hingga sebetis orang
dewasa. Nyaris tak ada halaman yang tidak terendam. Karena halaman itu
merupakan hamparan tanah merah, air yang menggenang pun ikut berwarna coklat
kemerahan. Para orang tua yang mengantarkan anak harus menerobos genangan air.
Siswa yang menggunakan sepeda terpaksa memarkirkan kendarannya di garasi yang
juga turut tergenang. Melepas sepatu melintasi halaman sekolah yang terendam
untuk bisa sampai ke kelas masing-masing.
“Kami
para guru pun harus kerepotan mengawasi para siswa. Tahu sendiri anak-anak itu
paling senang lihat air. Jadi benar-benar harus ekstra memantau,” tambahnya.
Kondisi
itu terjadi dikatakan Nurimah akibat limparan air dari drainase depan sekolah.
Karena tak mampu menampung debit air dan mengalirkannya dengan baik, air meluap
merendam pekarangan sekolah. Dampaknya, selain para guru, siswa dan orang tua
di buat repot. Sejumlah proses pembelajaran 499 siswa terganggu. Seperti
pelajaran olah raga tidak bisa dilakukan. Begitu pun dengan senam pagi yang di
gelar setiap hari Jumat. Tidak jarang, upacara pun tak bisa dilakukan. Beberapa
kegiatan ekstrakurikuler diantaranya Pramuka tak dapat di laksanakan.
“Biasanya
setelah terendam, halaman becek hingga beberapa hari. Bahkan kalau ada hujan
bisa becek hingga berminggu-minggu,” katanya.
Atas
persoalan itu, Nurimah berharap ada solusi dari pemerintah. Terutama
membersihkan drainase di depan sekolah mereka yang tertutup sampah dan timbunan
pasir. Sehingga ketika hujan turun, air dapat mengalir dengan baik ke tempat
pembuangannya. Selain itu, Nurimah berharap ada dukungan untuk kegiatan
penimbunan halaman sekolah. Langkah penimbunan itu dilakukan agar lebih tinggi
dan tidak mudah terendam. Dari dana rutin sekolah pihaknya sudah menyisihkan
anggaran pembelian tanah. Tapi tidak bisa menutupi seluruh halaman.
“Karena
itu, kita berharap ada perhatian pemerintah membantu kita melaksanakan
penimbunan halaman,” katanya.
Kondisi yang tak jauh berbeda juga terjadi di Kedamin. Beberapa wilayah daerah ini akan terendam air ketika hujan turun. Penyebabnya sama. Drainase yang ada di kiri dan kanan jalan tak berfungsi maksimal. Tak mampu menampung air hujan dan mengalirkannya ke lokasi pembuangan akhir. Terparah ada di kawasan pertigaan arah bandara Pangsuma menuju ke pertigaan Melapi dekat terminal bus Kedamin. Air hujan yang tak tertampung dalam drainase meluber hingga ke pekarangan rumah warga. Tidak jarang, air merendam lebih dari satu hari.
Salah satu warga yang menjadi korban air itu adalah Eka. Pemilik warung di ruas jalan itu mengaku pekarangan rumahnya sering menjadi langganan terendam.
“Dulu parit itu besar. Tapi sekarang menyempit. Ditambah lagi kondisi parit juga kotor. Kalau hujan turun, kita sudah mahfum pasti pekarangan rumah terendam,” kata Eka. Kondisi itu ditambahkan Eka
diperparah lantaran adanya penyumbatan gorong-gorong penghubung parit itu ke
saluran pembuangan. Karena gorong-gorongnya kecil sehingga tak mampu
mengalirkan debir air dari drainase yang ada. Ditambah lagi, parit yang ada
tidak dibersihkan dan tidak ditata dengan rapi.
“Kita masyarakat ini sangat
berharap ada penataan ulang tentang tata kota khususnya drainase itu. Dibersihkan
dan dirapikan agar mampu menampung serta mengalirkan air hujan. Gorong-gorong
yang tersumbat juga agar di perhatikan. Supaya tidak terjadi penyumbatan yang
menyebabkna air tergenang atau banjir lokal didaerah kami ini,” katanya.
Warga Kedamin lainnya yang
sering menjadi korban terendam pekarangan rumahnya adalah Herwandi. Bapak yang
memiliki 4 orang anak kembar ini mengatakan bahwa penyebab air tergenang karena
sistem drainase yang kurang maksimal. Akibatnya, ketika hujan turun, air masuk
ke drainase tak mengalir baik kemudian meluap. Merendam pekarangan puluhan
rumah warga di kawasan itu.
“Parit yang kurang terawat
juga menyebabkan air hujan tidak langsung turun ke Sungai Kapuas. Tetapi masih
menggenang disekitar pemukiman warga. Gorong-gorong yang tersumbat juga menjadi
penyebab,” kata Herwandi.
Herwandi berharap pemerintah
daerah melalui isntansi teknis terkait agar dapat kiranya wilayah mereka
menjadi agenda khusus. Sehingga ke depan daerah mereka bebas dari yang namanya
banjir atau dari genangan air hujan. Herwandi menyarankan supaya dibuat
pembuangan air atau parit alternatif. Yaitu parit di buat kearah jalan lintas
selatan melewati showrome Mitshubisi dan tembus ke sungai Melapi. Kemudian dari
sungai Melapi air langsung mengalir ke Sungai Kapuas.
“Karena relatif lebih dekat
dibandingkan air harus melewati gorong-gorong yang ada disimpang tiga Bandara
Pangsuma,” tandas Herwandi.
Keluhan yang sama juga
diutarakan Sri Siti Haslindar, Kepala SMKN 1 Putussibau. Sri mengatakan, saat
hujan tiba dapat dipastikan pekarangan sekolah terendam akibat dari luapan air
drainase depan sekolah.
“Sering terendam menyuburkan
rumput. Jadi sekolah terkesan tidak indah. Drainase depan sekolah itu tak
berfungsi baik,” kata Sri.
Pihaknya ditambahkan Sri
berencana melakukan peninggian halaman melalui penimbunan. Namun karena
terbentur anggaran, rencana itu belum dapat di realisasikan. Sri mengakui
dibutuhkan dukungan berbagai pihak terutama pemerintah daerah mewujudkan
rencana pihaknya itu.
“Kami membutuhkan bantuan pemerintah.
Mudah-mudahan ada perhatian,” kata Sri.
Sementara
itu, Ketua DPRD Kapuas Hulu, Ade M Zulkifli menilai seharusnya drainase kota
Putussibau dan Kedamin sudah tertata dengan baik. Selain karena ibu kota kabupaten,
dua wilayah ini merupakan pusat perkembangan yang pesat di Kapuas Hulu.
“Harus
di lakukan penataan dengan baik. Putussibau dan Kedamin belum sesibuk Jakarta.
Jangan sampai persoalan drainase ini menimbulkan masalah lain yang merugikan
orang banyak,” kata Zulkifli.
Munculnya
persoalan seperti sekarang ini dikatakan Ade lebih karena tidak di rencanakan
dari awal dengan baik. Ia mencontohkan pembangunan jalan dua jalur yang tidak
diikuti pembangunan drainase secara maksimal. Ade menyebutkan seperti di
kawasan Kedamin. Awalnya dikiri dan kanan jalan itu ada parit yang cukup besar
sebagai drainase. Namun sebagiannya ditimbun untuk pelebaran sekaligus jalan
dua jalur. Celakanya, proses yang ada tidak diikuti penataan sisa parit yang
ada.
“Sudah
lah parit mengecil, tidak di bangun lagi. Terkesan dibiarkan. Coba lihat
sekarang di sepanjang jalan lintas selatan Kedamin itu. Wajar saja ketika hujan
turun, drainase tak bisa maksimal berfungsi,” kata Ade.
Dikatakan
Ade, jika pemerintah mau masih ada waktu untuk menata drainase yang ada.
Membangun drainase yang terkoneksi secara baik ke saluran pembuangan. Ade
melihat ada beberapa sungai yang bisa di jadikan saluran pembuangan.
Diantaranya sungai Sibau, Sungai Nyamuk dan Sungai Kuali. Ketiga sungai itu
berada di tengah kota Putussibau. Sedangkan di Kedamin bisa di salurkan ke
Danau Baning dan ke parit arah Melapi. Dari dua saluran itu juga akan bermuara
ke sungai Kapuas.
“Kita
cukup banyak memiliki saluran pembuangan. Manfaatkan lah itu,” katanya.
Ade
juga menekankan perlu ada ketegasan dari pemerintah daerah. Tegas bukan berarti
keras. Mesti dibangun komunikasi bersama warga menangai persoalan itu. karena
telah menjadi masalah bersama. Pemerintah tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada
dukungan masyarakat.
“Harus
ada ketegasan. Masyarakat yang menutup drainase mesti membukanya kembali. Termasuk
tidak menjadikan drainase tempat pembuangan sampah. Kalau bukan pemerintah yang
menegaskan, siapa lagi,” tanya Ade.
Secara
khusus Ade menyoroti wilayah di seputaran jalan Amin. Ade mengaku prihatin
dengan warga di sana. Halaman rumah warga terendam air sepanjang hari. Seperti
hidup di dalam rumah di tengah kolam. Mestinya ada upaya untuk mengalirkan air
yang tergenang di kawasan itu.
“Disisa
waktu ini, saya akan meminta komisi berkenanaan untuk berkomunikasi dengan
pemerintah daerah guna mencari solusi masalah ini,” terang Ade.
Wakil
Ketua Komisi C DPRD Kapuas Hulu, Abang M Isnandar, mengatakan harusnya pada
saat hujan turun, dinas teknis terkait memantau langsung kondisi di lapangan.
Bukan melihat di saat sudah kering.
“Jadi
di mana masalahnya dapat terdeteksi dengan baik dan langsung dapat menelurkan
solusi,” kata Abang.
Menurut
Abang, harus ada penataan ulang drainase Putussibau dan Kedamin. Sebab
ditambahkannya, musuh utama jalan itu adalah air. Apabila jalan sering tergenang,
maka akan mudah rusak. Sebab itu, setiap jalan dibangun, maka disertakan
drainase di kiri dan kanan. Peruntukkannya sangat jelas untuk menghindari jalan
tergenang air ketika hujan turun.
“Fungsi
darinase itu sangat vital. Mesti ada perhatian. Baik itu pembangunannya maupun
pemeliharaan. Kita siap dukung bila pemerintah kabupaten membuat program
penanganan drainase,” pungkas Abang. (ln13/HTr)
Tak Bisa Berbuat Banyak
Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kapuas Hulu tak bisa berbuat banyak menangai
masalah drainase. Plt Kepala Dinas, Tatang Suryadi membenarkan itu. Di temui di
ruang kerjanya, Tatang mengatakan kewenangan ruas jalan tersebut termasuk
drainase ada di pemerintah provinsi.
“Ruas
jalan yang bermasalah itu statusnya jalan negara. Kewenangan penanggarannya di
pemerintah provinsi. kita hanya bisa mengusulkan saja program yang kita buat,”
kata Tatang.
Meski
demikian, diakui Tatang pihaknya tidak pernah diam. Hampir setiap mengusulkan
program ke pemerintah provinsi, persoalan drainase itu di masukkan. Hanya saja,
tidak semua program kemudian di setujui. Dari 10-20 program, paling banyak 2-3
program yang tertampung. Tak hanya itu, koordinasi pun telah lama di lakukan ke
pemerintah pusat. Namun hingga kini belum ada respon yang baik terkait program
penanganan drainase.
“Kita
juga pernah meminta agar asset itu di serahkan ke pemerintah Kabupaten. Agar
mudah dalam penganggarannya. Tapi belum ada progress dari permintaan kita itu,”
ungkap Tatang.
Nyaris
senada, Ana Mariana, Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan menegaskan pihaknya
tak berwenang terhadap drainase. Kewenangan pihaknya adalah pada saat membangun
jalan termasuk drainase kiri dan kanan.
“Ketika
membangun jalan memang sudah termasuk drainase kiri dan kanan. Untuk
pembersihan dan pemeliharaan sudah bukan ranah kita,” tegas Ana.
Khusus
drainase jalan Kom Yos Sudarso yang tak terbangun di beberapa titik, Ana
menjelaskan ada persoalan teknis ketika dilakukannya pembangunan dua jalur
jalan itu. dalam perencanaan telah di buat paket pembangunan jalan dua jalur
lengkap dengan drainase. Akan tetapi, masalah teknis muncul di lapangan.
Masyarakat enggan melepaskan tanah mereka yang terkena pembangunan drainase.
Sempat dilakukan komunikasi, namun harga ganti rugi yang diminta masyarakat
melebihi NJop. Pemerintah Kabupaten ketika itu tidak bisa mengabulkannya.
“Jadi
anggaran untuk drainase oleh pihak ketiga sebagai pelaksana pembangunan di
kembalikan lagi ke kas daerah,” terang Ana.
Menurut
Ana, pembangunan drainase itu harus ada sinergi berbagai pihak. Pemerintah dari
sisi perencanaan dan penganggaran. Kerjasama masyarakat disatu sisi seperti
merelakan sebagian tanah untuk pembangunan. Mengingat apa yang akan di bangun
itu adalah untuk kepentingan bersama.
“Seperti
kondisi yang sering terjadi. Jalanan dan pekarangan rumah warga terendam. Yang
dirugikan adalah masyarakat itu sendiri,” tukas Ana.
Namun
demikian, pihaknya telah memprogramkan kegiatan normalisasi saluran pembuangan.
Diantaranya normalisasi saluran pembuangan sungai nyamuk menggunakan dana DAU
sebesar 200 juta. Kemudian normalisasi saluran pembuangan danau baning
Putussibau Selatan dari dana DAU 120 juta. Normalisasi saluran pembuangan
seputaran kantor camat Putussibau Utara sebesar 10 juta. Normalisasi saluran
pembuangan sungai Kuali 75 juta dan normalisasi saluran pembuangan Kedamin Dat
200 juta.
“Mudah-mudahan
memberi solusi bagi masyarakat,” ujarnya.
Kepala
Kantor Lingkungan Hidup Kapuas Hulu, Dini Ardianto juga mengatakan tak bisa
berbuat banyak. Pihaknya hanya bisa menghimbau masyarakat agar membangun
kepedulian terhadap lingkungan. Menggalakkan kegiatan gotong royong untuk
membersihkan drainase yang ada di sekitar tempat tinggal masing-masing.
“Tidak
menjadikan drainase sebagai tempat membuatng sampah. Fungsikan drainase sesuai
peruntukkannya,” himbau Dini.
Pengurus
Ikatan Mahasiswa Kapuas Hulu (IPMKH) Adhittia Egha
Perdana berpendapat “Pembangunan sebuah kota bukanlah perkara sederhana.
Perencanaan pembangunan harus diimbangi dengan resiko bencana yang sering
dialami. Pembangunan infrastruktur seharusnya tidak mengganggu sistem drainase
yang ada. Sehingga penyelesaian masalah sebelumnya tidak menimbulkan masalah
yang baru. Masalah banjir yang sering terjadi seharusnya dapat menjadi
pembelajaran. Pemerintah seharusnya memiliki master plan dalam perencanaan
sebuah kota. Jika perencanaan sudah baik tinggal semua pihak yang terkait dapat
menjalankan dan mengelola sistem drainase.” Tegas mahasiswa fakultas tekhnik
untan ini.
“Suatu saat Putussibau pasti akan menjadi
perkotaan yang maju, sistem drainase yang baik harus dibuat dari jauh-jauh hari
sehingga dapat tertata dengan baik. Pemerintah juga harus membuat kebijakan
tentang pembangunan sehingga pembangunan rumah, ruko dan lain-lain dapat
memperhatikan sistem drainase sehingga tidak menggangu drainase yang ada.”
Menurut mahasiswa yang sedang menyelesaikan
tugas akhirnya ini “Selain fungsi Estetika di atas, yang terpenting adalah
fungsi kontrol drainase itu sendiri terhadap lingkungan. Khususnya dalam upaya
pencegahan bencana, terutama banjir yang di akibatkan genangan-genangan yang
tak teralirkan dengan baik pada saat musim hujan. Oleh Sebab itu, Pemerintah,
LSM dan masyarakat saling bekerja sama dalam mengawasi drainase hingga dapat berperan sebagaimana
mestinya dalam rangka menjaga keberlangsungan kota. (ln13)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !