Headlines News :
http://picasion.com/i/1URpX/
http://picasion.com/i/1UScV/
Home » , , , » Hawa (Riani Kasih) Juara 2 Lomba Novel Amore 2012

Hawa (Riani Kasih) Juara 2 Lomba Novel Amore 2012

On Wednesday, August 28, 2013 | 3:30 PM

Mengenal Lebih Dekat "Riani Kasih", Penulis "Hawa". 
Iin Jumiwarsih (kiri) dan Riani Kasih (kanan)
Facebook : Riani Kasih
Twitter : @RianiKasih
Mengenai Saya
Saya; Riani Kasih, lahir di Menendang, 20 Oktober 1989. Menyukai menulis sejak SMP, tapi mulai aktif menulis cerpen, puisi, dan novel dan dipublikasikan dari awal 2007. Mulanya hobi baca sastra eh jadi pengen nulis sastra. Saya SD, SMP, dan SMA di Pengkadan, Kapuas Hulu. Saya, S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Tanjungpura Pontianak. Sekarang saya mengajar di SMPN 1 Pengkadan, Kapuas Hulu.
Inspirasi saya
Ada banyak yang menginspirasi saya, terutama kedua orang tua dan segala macam cerita di semesta ini. Tokoh inspirasi; Nenek saya Si Tukang Dongeng.
Penulis; Pramoedya Ananta Toer, Dewi Lestari dan Bernard Batubara. Dari sekian banyak yang menginspirasi saya, ada seseorang yang saya sebut  Sebuah Pribadi, dia itu Adham Fasya Maulana. Ehem.
Mengapa menulis?
Suatu waktu, saya membaca quotes dari Pramoedya Ananta Toer dalam Child of All Nation“Tahu kah kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu tak kan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”Nah, ini satu diantara alasan saya menulis, ya kutipan ini.
Selain itu, saya ini punya kebiasaan buruk, ‘pelupa’. Nah, karena suka lupa, saya menulis. Dan sederhananya saya menulis apa yang mau saya ingat.
Novel Hawa
Isi Hawa apa?
Hawa itu menceritakan romantisme dan psikologi tokoh bernama Hawa; perempuan yang galau karena membatalkan rencana pernikahannya dengan Abhirama–lelaki yang dipacarinya selama empat tahun–lantaran Hawa merasa hubungan mereka, luarnya saja tampak baik-baik saja, sementara sebenarnya mereka dua orang yang memaksa saling memahami. Membatalkan menikah itu bukanlah hal yang patut dirayakan dengan bahagia, maka itu Hawa mengajak ayahnya, Praba dan adiknya Luna yang mulanya tinggal di Pontianak pindah ke pedalaman Kalimantan Kapuas Hulu, Desa Sejiram tempat Omanya demi menghindari ‘malu’ kepada lingkungan sekitarnya.
Novel ini berlatar di pedalaman Kapuas Hulu –danau Sentarum. Pindah ke pedalaman Kapuas Hulu, awalnya tidak lantas membuat Hawa merasa lebih baik, ia masih harus berusaha menyembuhkan kesedihannya beberapa bulan dengan mengurung diri di kamar. Ingatan-ingatan mengenai hancurnya rencana pernikahannya dengan Abhirama membuatnya nyaris frustasi.  Dalam frustasi dan upaya menyembuhkan diri dari kesedihan-kesedihannya inilah, ia bertemu dengan Landu. Landu –seorang polisi di pedalaman Kapuas Hulu, pria tampan, dewasa, dan lajang–bertemu  Hawa. Pertemuan yang mulanya ‘tidak berjalan baik’. Hubungan mereka mengalami proses,  dari saling menilai buruk, kemudian menyadari asumsi awalnya salah, lalu dekat, jatuh cinta, dan menikah.’  Pernikahan mereka mulanya berjalan normal, lalu mendapat ujian. Terjadi sebuah kecelakaan mobil yang ditumpangi mereka berdua yang menyebabkan Hawa buta. Ini klimaksnya, Landu membuktikan kesetian dan janji-janjinya pada Hawa. Bahwa ketika kita berkata, “Aku mencintaimu selamanya.” Maka itu ialah janji, bahwa ‘selamanya’ itu waktu yang lama. Waktu yang tidak bisa kita tebak akan menghadirkan apa. Nah, Landu berusaha membuktikan bahwa ia menerima keadaan Hawa dalam keadaan sempurna dan tidak sempurna. Ini cerita mengenai, sebuah ketulusan itu ‘masih ada’ di dunia antah berantah ini. Begitulah kira-kira.
Perjalanan Hawa.
Hawa saya tulis mulanya potongan-potongan cerita. Saya tulis dari tahun 2010 dan saya selesaikan akhir tahun 2012. Hawa saya ikutkan lomba novel Amore 2012 yang diadakan oleh GPU (Gramedia Pustaka Utama)
Berbicara perjalanan Hawa, Hawa itu sebuah perjalanan panjang ya. Saya tulis dengan semangat 45, pengen menang lomba pastinya, meskipun saya sempat pesimis, Hawa ini ndak bakalan menang. Lah, ini nasional dan Hawa adalah novel pertama saya. Tapi, balik lagi, ke sebuah prinsip hidup saya, “Berusaha dan selanjutnya serahkan kepada Tuhan.”
Meskipun naskah Hawa saya tulis mulai sejak 2010, terjadi spasi yang panjang untuk merampungkannya. Hal ini disebabkan karena saya disibukkan dengan banyak perihal; skripsi dan antek-anteknya, pun setelah kelar skripsi saya terlalu dalam euphoria lain. Euphoria terbitnya Antologi Cerpen yang saya buat dengan teman sepermainan saya Mardian Sagiant yang berjudul ‘Kopang, (Literer Khatulistiwa, 2012)’. Selain, ‘Kopang’  ada juga beberapa antologi cerpen saya yang udah terbit sama teman-teman penulis Kalbar lainya, seperti ‘Orang-Orang di Batas Garis’ (2013), dan ‘Kalbar berimajinasi (2013).’ Buku saya sebelumnya adalah kalaborasi dengan beberapa teman penulis Kalbar yang diterbitkan secara indie. Sementara novel Hawa ini adalah novel pertama saya dan langsung diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama Indonesia.
Oke kembali ke naskah Hawa. Tiap saya baca naskah Hawa yang ndak rampung-rampung saya selalu bertanya, “Ini naskah kapan selesainya?” lalu saya jawab sendiri, “Kalo naskah ini jodoh saya, dia bakalan selesai. PASTI.”      
Suatu hari, sahabat saya Mardian Sagiant, mengabarkan pada Oktober tahun 2012 kalo Gramedia Pustaka Utama mengadakan lomba novel bergenre ‘Amore.’ dan ia mengajak saya ikut. Saya dengan semangat mengiyakan. Kami mulai share ini itu mengenai persyaratan lomba. Saya mulai search google, apa itu novel amore. Berhasil menemukan apa yang saya cari, saya semakin semangat 45 menulis.
Yeah, naskah Hawa rampung dalam waktu kurang lebih tiga bulan. Menurut persyaratan lomba, naskah sudah harus ada di meja editor pada akhir Desember 2012. Saya mengirim Hawa via Tiki bersama naskah Mardian Sagiant juga di pertengahan Desember.
Menurut aturan lomba Amore, pengumuman pemenang lomba akan diadakakan pada Maret 2013. Oke, setelah saya kirim naskah Hawa, saya menunggu dengan lebih kepada tenang daripada cemas. Sudah saya bilang “Berusaha dan selanjutnya serahkan kepada Tuhan.” Sesekali saya melihat timeline twitter saya berharap dapat mention dari orang Gramedia.
Nah, terbukti pada waktunya Hawa membawa kabar baik, saya dapat mention dari twitter resmi Gramedia bahwa, naskah Hawa lolos ke dalam 10 besar lalu beberapa hari berikutnya di twitter Gramedia, mengumumkan Hawa menjadi pemenang dua Lomba Novel Amore 2012. Pemenang Pertama, Mahagonny Hills by Tia Widia dan pemenang ketiganyaHeart Quay by Putu Felisa. (:
Saya sempat speechless beberapa menit, lebih kepada senang sisanya saya tidak percaya, it’s so really a miracle happen to me. Bahkan sampai sekarang saya masih merasa, ‘Norak-norak bergembira.’ (:
Tapi ya, sekali lagi saya sudah berusaha dan Tuhan yang bekerja. Beberapa hari berikutnya, saya dihubungi editor Gramedia bahwa Hawa akan diterbitkan bulan Juli. Fixawal Juli Hawa terbit. Saya masih norak-norak bergembira menyadari Hawa sudah nongkrong manis di rak buku Gramedia Indonesia. (:
Tentu saya bersyukur sangat dalam kepada Tuhan dan semua pihak yang telah menjadikan Hawa buku. Terutama juri lomba Amore, Hetih Rusli, Mbak Vera, Mbak Raya, Mbak Michelle, Mas Ijul dan beberapa editor Gramedia lainnya. (:
Hawa itu inspirasinya siapa?
Setelah Hawa terbit saya diserang pertanyaan dari orang-orang, “Hawa itu based on true story yah?” (:
Saya tertawa. Lalu, saya ingat di kelas kajian Sastra, dosen sastra saya sering bilang “Karya sastra itu cerminan kehidupan. Dalam ilmu sastra itu mimetic namanya.” Nah, bisa jadi ini sedikit mirip dari kisah amore saya. (:
Oke kebetulan, saya punya pacar polisi–Adham Fasya Maulana–dan  tokoh utama dalam novel Hawa, Si Landu juga polisi. Nah ini memang bukan sebuah kebetulan yang benar-benar kebetulan. Pacar saya ikut andil dalam penulisan naskah, dia membantu saya membangun karakter tokoh Landu. Saya berpikir, saya ingin menulis apa yang saya tahu, nah simplynya saya putuskan tokoh utamanya polisi, jadilah Landu dan ketulusannya tercipta dalam novelHawa. Meskipun dia menginspirasi saya, tapi ini bukan cerita nyata saya sama dia. Ini lebih imajinatif. Hanya saja ada beberapa part ‘galau’ di awal novel ini seperti sebuah ramalan masa depan utuk kisah amore saya dengan pacar saya. Saya menulis Hawa bulan Oktober, November, dan jadi Desember. Nah, part ‘galau’ terjadi pada saya bulan Januari setelah naskah Hawa di meja editor. Kami merencanakan pernikahan dan belum melangsungkannya sampai saat ini. Tapi kami masih baik-baik saja meskipun beberapa bulan saya sempat galau. Alhamdulillah, saya curhat di sini. Hahahhaha. Hawa bukan based on true story. Hawa untuk mereka yang percaya bahwa ‘ketulusan’ itu maha mendamaikan, bahwa kebahagian itu milik orang-orang yang mampu membedakan mana yang harus diperthanakan dan mana yang harus dilepaskan.
Okeh, big thank’s to my Adham, you are my inspiration. Tetaplah menjadi sebuah ‘pribadi.’ Bahwa tidak semua polisi itu ‘playboy.’ *tos sama Si Adham*  Hhahhaahahaha.
Kenapa memilih setting Kapuas Hulu?
Ya, saya sudah pernah ditanya seperti ini oleh pembaca Hawa. Saya bukannya tidak ingin menulis dengan setting di luar Kapuas Hulu. Misalnya di kota besar atau bahkan di luar negeri. Lalu saya ingat ucapan Bernard Batubara dalam sebuah wawancara mengenai antologi Milana-nya, dia menyukai tulisan yang bawa lokalitas. Ini sejalan sama prinsip lain saya dalam menulis, saya menulis, saya memperkenalkan budaya. Sebagai Dara Kapuas Hulu, saya pikir saya ingin memperlihatkan kepada dunia terutama orang Indonesia, Kapuas Hulu itu punya Danau Sentarum yang maha eksotis dan jangan sampai diakui Malaysia donk. Nah, saya kira ini juga menjadi point plus, kenapa naskah Hawa menang lomba Amore setelah bersaing dengan 673 naskah lain yang masuk ke meja editor, saya bawa lokalitas dalam naskah Hawa.
Terbukti, saya berhasil memperkenalkan Danau Sentarum kepunyaan Kapuas Hulu lewat tulisan saya. Dari beberapa pembaca berharap bisa pergi ke Danau Sentarum. Mereka juga search di google, mencari tahu keeksotisan Danau Sentarum. Saya terlalu exictedterhadap karya apa saja yang membawa lokalitas. Saya orang Indonesia, saya orang Kapuas Hulu yang lahir dan tumbuh besar di Kapuas Hulu. Hawa ini bukti bahwa saya mencintai Kapuas Hulu. Nah, satu lagi sebagai orang Kapuas Hulu, ayo ingat selalu kalimat ini, “Nusah dalik, temunik tanam mona?” hahahaha.
Gimana bisa berhasil menang nulis?
Saya pikir tak ada sebuah keberhasilan yang didapatkan secara instan. Berhasil itu butuh proses, kamu bisa saja jungkir balik dimainkan kehidupan, tapi kamu tetap harus berdiri tegak; gagal sekali adalah proses menuju berhasil berkali-kali. Satu hal yang pasti, menulis butuh konsisten. Sebab tidak mudah membangun; tokoh, karakter, setting, sudut pandang, alur, sosial, dan budaya dalam sebuah novel. Kita perlu mengajak pembaca benar-benar menikmati ‘teater of mind’.
Dewi Lesatri ‘Dee’ juga pernah berkata bahwa, “Menulis perlu kemampuan mengolah diksi. Ide besar dan cemerlang tapi kalau dibungkus dengan bahasa yang tumpul atau berantakan, tentu jadi tidak menarik.”
Saya membenarkan perkataan Dee itu. Maka itu saya banyak membaca. Keseharian saya selain ‘tukang apdet status galau di dunia maya’ ya saya banyak belajar dengan membaca, melihat setiap perilaku di sekitar yang bisa dijadikan inspirasi tulisan saya, mendengarkan music, lalu leyeh-leyeh depan TV nonton film yang inspiratif. Sederhananya, berhasil menang dan nulis ‘amore.’ itu ya karena banyak baca, banyak dengar, peduli sama sekitar, nah kalau udah gitu kamu jadi tahu mana karya yang baik dan inspiratif, baik di genre amore maupun berkarya di genre apa saja. Sebab, karya yang baik akan menginspirasi lahirnya karya yang baik pula. Tulisan yang baik akan sampai kepada pembaca yang baik pula. Telak.
Buku apa selanjutnya yang akan ditulis?
Buku saya selanjutnya masih seputar ‘amore’ dan romance yang settingnya masih lokalitas. Saya juga lagi ikut Lomba Menulis Novel Teen and Young Adult Romance Bukune yang diadakan oleh penerbit Bukune. Pengumumannya akhir Juli ini. Doakan saya menang lagi. Amin. (:
Pendapatan dari menulis?
Oke pertanyaan dan jawaban yang ini menjadi inspirasi buat orang-orang, siapapun, tidak hanya untuk pemuda Kapuas Hulu deh. Pemuda harus menulis–yang inspiratif–pastinya.
Dari sudut pendapatan uang pokoknya begini deskripsinya, ‘Kamu tiba-tiba dapat tambahan uang aja suatu waktu ngecek buku tabungan kamu. Sweet.’ Selain itu ada banyak hal yang saya dapatkan dari menulis. Menulis membuat saya bahagia. Menulis mengubah galau menjadi mesin pencetak uang, (matrealistis ini hohow), menulis buat kamu diingat orang-orang bahkan itu bukti kalau kamu pernah ada di dunia ini, ah menulis itu seksi deh pokoknya. Maka itu, saya tidak akan pernah berhenti menulis. Tidak akan pernah.
Puncak tujuan hidup saya.
Saya hidup dalam kata, ‘kadang-kadang,’ kalau sudah dihubungkan dengan tujuan hidup. Saya kadang cepat puas lebih kepada bersyukur sih. Kadang saya merasa perjalanan hidup saya ini luar biasa tapi saya masih belum punya apa-apa. Sebab itu saya masih harus terus berjalan dan menikmati hal-hal ajaib yang terjadi di hidup saya.
Target saya selanjutnya, saya akan membahagiakan diri saya dengan membuat bangga dan mencintai orang-orang yang ingin saya cintai. Kesannya kayak pilih-pilihya? IYA, karena saya terinspirasi kalimat, “Kamu tidak bisa membahagiakan semua orang, lah bahagia bagi orang-orang kan beda kadarnya, tapi kamu bisa memilih siapa yang mau kamu bahagiakan.’


Terakhir, siapapun kamu, hiduplah dengan membuat orang-orang yang kenal kamu merasa bahagia dan merasa ‘ada’ saat berada di samping kamu


Wawancara oleh : Adhittia Egha Perdana
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

http://picasion.com/i/1USKG/
 
Support : Bang Eceng | Template | @Adhittia_Egha
Copyright © 2013. Suara Uncak Kapuas - All Rights Reserved
Dirancang Oleh Adhittia Egha Atau Bang Eceng