Headlines News :
http://picasion.com/i/1URpX/
http://picasion.com/i/1UScV/
Home » » Tingkat Pendidikan Masyarakat Dayak Punan dan Bukat Hulu Kapuas (II)

Tingkat Pendidikan Masyarakat Dayak Punan dan Bukat Hulu Kapuas (II)

On Saturday, September 6, 2014 | 9:56 PM

Jika kita mengunjungi kampung-kampung di Hulu Sungai Kapuas, kita harus menguasai bahasa percakapan "Melayu senganan." Bahasa Melayu senganan ini mirip-mirip dengan bahasa Melayu yang digunakan di Malaysia, tetapi ada perbedaanya juga karena bercampur dengan Bahasa Indonesia. Inilah yang dikatakan sebagai bahasa pemersatu sub-sub suku Dayak dan Melayu yang mendiami wilayah Kabupaten Kapuas Hulu. Bahasa inilah yang memungkinkan mereka bisa berkomunikasi satu sama lain untuk mengatasi perbedaan bahasa dari setiap sub suku yang ada. Pertanyaannya, mengapa bukan Bahasa Indonesia yang utama menjadi bahasa pemersatu mereka?

Hal ini tidak terlepas dari faktor pendidikan. Untuk diketahui tingkat pendidikan rata-rata masyarakat Dayak Bukat dan Punan yang mendiami perhuluan Sungai Kapuas masih bisa dibilang rendah. Hampir boleh dikatakan bahwa mayoritas penduduk tidak menamatkan Sekolah Dasar, sehingga angka buta huruf untuk golongan tua rasionya lebih besar. Bahkan ada dari golongan tua atau orang-orang tua yang masih produktif saat ini tidak pernah merasakan duduk di bangku Sekolah Dasar.  

Penyebabnya ada berbagai macam faktor.Pertama, infrastruktur. Bangunan Sekolah Dasar yang ada di setiap kampung mulai dari Nanga Balang, Mata Lunai, Nanga Lapung, Nanga Bungan, Tanjung Lokang (berbatasan dengan KALTIM) sampai ke Sepan dan Salin (berbatasan dengan KALTENG) baru didirikan 20-an tahun belakangan ini. Sekolah-sekolah yang ada pun hanya memiliki personil guru yang sedikit, maksimal 4 guru di setiap sekolah. Pertanyaannya mengapa jumlah gurunya terbatas? Untuk diketahui, yang bersedia menjadi guru di hulu Sungai Kapuas kalau bukan karena penduduk asli Dayak yang berasal dari wilayah Kapuas Hulu/Sintang berarti orang-orang yang memang sungguh terpanggil untuk menjadi guru dan setia pada sumpah guru untuk bersedia ditempatkan di mana saja. Mengapa? Karena ditempatkan sebagai guru di Hulu Sungai Kapuas berarti DIBUANG ke tempat perasingan. Hanya orang yang memang terpanggil untuk menjadi guru bisa menikmati  semua keterbatasan yang ada di Hulu Sungai Kapuas. Fasilitas yang ada di sekolah-sekolah tersebut pun belum memadai. Jangan pernah berpikir ada laboratorium dan perpustakaan di sana ya.

Kedua, kesadaran pentingnya pendidikan. Sampai saat ini, kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan/sekolah bagi anak-anak mereka belum signifikan. Dukungan orang tua murid untuk pendidikan anak boleh dibilang masih setengah hati. Terkadang sekolah-sekolah diliburkan karena anak-anaknya ikut berladang dan berburu bersama orang tua atau ikut bersama orang tua ke tempat "pengejekan emas." Alasan yang selalu dikemukakan para guru adalah bahwa tidak ada orang yang mengurus makan dan minum anak-anak mereka yang sedang bersekolah, karena di musim-musim tersebut, praktis rumah-rumah dan perkampungan sepi dari penduduk. Di sini, para guru terkadang harus berkompromi dengan keadaan.

Ketiga, sulitnya akses ke kota untuk melanjutkan pendidikan. Rata-rata SLTP dan SMU berada di Ibu Kota Kabupaten dan sekitarnya, sehingga menyulitkan anak-anak Hulu Sungai Kapuas yang telah menamatkan Sekolah Dasar untuk melanjutkan pendidikan mereka di Ibu Kota Kabupaten. Sebab satu-satunya akses yang menghubungkan mereka dengan Ibu Kota Kabupaten hanyalah Sungai Kapuas dengan ongkos perjalanan yang relatif mahal. Jikalaupun ada yang nekad melanjutkan sekolah ke Ibu Kota Kabupaten, kebanyakan siswa-siswi jebolan SD di perhuluan sungai mendapatkan pendidikan tambahan dari guru-guru sekolah-sekolah lanjutan yang mereka masuki. Dengan kata lain, mereka harus dimatrikulasi lagi karena banyak tertinggal dibandingkan dengan siswa/i jebolan SD di Ibu Kota. Contohnya SLTP/SMU Karya Budi yang ada di Kota Putussibau yang umumnya menampung anak-anak Hulu Sungai ini harus menerapkan pelajaran tambahan di asrama di luar jam sekolah bagi anak-anak Hulu Sungai Kapuas guna mengejar ketertinggalan mereka dibandingkan siswa/i lain.

Akan tetapi, sebuah harapan sudah mulai mekar saat ini karena sudah ada beberapa anak Hulu Sungai Kapuas yang meskipun dengan susah payah sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi khususnya dalam bidang keguruan dan kebidanan/keperawatan. Misalnya dari Kampung Tanjung Lokang (tepat berbatasan dengan KALTIM) sudah ada 5 putri terbaik yang saat ini hampir menyelesaikan pendidikannya di Malang dan di Pontianak. Diharapkan setelah tamat, mereka akan kembali ke daerahnya untuk mencerdaskan dan menyehatkan masyarakat Punan dan Bukat di Hulu Sungai Kapuas.

Kepada mereka pernah saya katakan: "adik, lihatlah bahwa hampir semua guru dan perawat yang bertugas di kampungmu TIDAK BETAH. Hanya kalian yang berasal dari kampungmu sendiri yang diharapkan BISA BETAH membangun dan mencerdaskan daerahmu. Karena kalian sudah terbiasa dengan keterbatasan di daerahmu. Jangan sampai, setelah tamat, kalian seperti kacang lupa kulit!" (Fajarbaru)

Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

http://picasion.com/i/1USKG/
 
Support : Bang Eceng | Template | @Adhittia_Egha
Copyright © 2013. Suara Uncak Kapuas - All Rights Reserved
Dirancang Oleh Adhittia Egha Atau Bang Eceng